APA itu joki Strava yang bisa raih Rp300.000 sekali lari? Saat ini, olahraga bukan sekadar aktivitas untuk menjaga kesehatan, tetapi juga menjadi bagian dari pencitraan di media sosial.
Belakangan ini, ramai diperbincangkan di media sosial tentang munculnya jasa joki Strava, sebuah layanan unik yang membantu orang lain terlihat aktif berolahraga, meski kenyataannya mereka hanya diam di rumah.
Fenomena ini mencuat setelah video viral seorang anak membagikan kisahnya sebagai joki Strava yang bisa mengantongi hingga Rp300 ribu sekali lari.

Strava adalah aplikasi pelacak olahraga yang populer di kalangan pecinta olahraga lari, bersepeda, hingga jalan kaki. Aplikasi ini mencatat rute, kecepatan, jarak tempuh, dan waktu olahraga, lalu membagikannya ke media sosial. Nama Strava sendiri diambil dari bahasa Swedia yang berarti “berjuang”, sejalan dengan semangat olahraga.
Namun, maraknya unggahan hasil olahraga di Strava kini membuat sebagian orang terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out) olahraga. Tak sedikit yang ingin tampil aktif dan sehat di media sosial, meski kenyataannya tidak benar-benar berolahraga. Dari sinilah jasa joki Strava muncul sebagai solusi instan untuk mengejar “prestasi” virtual.
Jason, remaja asal Jakarta Barat, adalah salah satu contoh joki Strava yang kini sedang viral. Dengan jasanya, ia berlari menggantikan orang lain dan membawa handphone milik pelanggan agar aktivitas olahraga terekam langsung di akun Strava mereka.
Biasanya, Jason menawarkan paket lari sejauh 5 kilometer dengan kecepatan tertentu sesuai permintaan pelanggan. Semakin cepat target pace yang diminta, semakin mahal pula biayanya. Untuk lari dengan pace 4, misalnya, tarifnya bisa mencapai Rp300 ribu sekali jalan.
“Tarifnya nggak tetap, semua tergantung permintaan dan kesepakatan. Kalau minta pace-nya cepat, tentu lebih mahal,” ujar Jason dalam video TikTok tersebut.
Biasanya, ia menerima dua pelanggan per minggu, khususnya saat Car Free Day (CFD). Uang yang didapat digunakan untuk jajan dan ditabung, sambil tetap menjalani rutinitas sebagai pelajar.
Fenomena tersebut memicu beragam pendapat di kalangan netizen, mulai dari yang mendukung hingga yang mengkritik. Banyak yang mempertanyakan logika dari jasa joki Strava ini. Berbeda dengan jasa joki skripsi atau game online yang hasilnya langsung dirasakan oleh pelanggan, dalam kasus joki Strava, justru si joki yang mendapatkan manfaat kesehatan, bukan pemesannya.
“Jadi sebenarnya kamu membayar orang lain supaya dia yang sehat. Sementara kamu cuma dapat rekaman di Strava. Baik banget ya, bikin orang lain sehat,” sindir seorang netizen dalam kolom komentar video tersebut.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)