MEMILIKI mental produktif memang baik untuk menjaga agar kita tetap kreatif. Tapi, ketika Anda sudah terlalu produktif hingga melupakan kegiatan lainnya harus diwaspadai bahwa Anda sudah berada di ambang toxic productivity.
Memang prilaku toxic tidak hanya terjadi di tempat kerja, tapi juga dari diri kita sendiri. Ketika kita memiliki prilaku toxic tersebut, maka akan terjadi burnout atau kelelahan bekerja.
Memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang positif dan produktif adalah hal yang baik. Produktivitas yang baik adalah produktivitas yang memberimu waktu untuk beristirahat, dan pada saat yang bersamaan, mendorongmu untuk mencapai tujuan dengan cara yang sehat.
Namun ketika bekerja sampai mengesampingkan istirahat diri atau quality time dengan teman dan keluarga, hal ini menjadi hal yang kurang baik bagi kesehatan fisik dan mental Anda.

Dilansir dari Riliv sebagai penyedia layanan aplikasi meditasi dan konseling online, toxic productivity memunculkan rasa bersalah ketika tidak mengerjakan sesuatu, yang jika senantiasa dituruti, akan berujung pada burnout. Burnout atau stres berat menyerang seseorang karena terlalu bekerja sangat keras.
Kondisi ini mengancam kesehatan mental terutama di kalangan kawula muda dengan motivasi dan ambisi bahwa jika ingin sukses harus rajin bekerja. Solusinya, perlu ada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan supaya quality time bersama orang-orang terdekat tetap terjaga. Berikut adalah beberapa kiat agar terhindar dari toxic productivity:
Mampu melakukan “professional detachment”
Walaupun pekerjaan terasa menjadi hal yang terpenting dan paling mendesak saat ini, jugalah penting untuk dapat melepaskan diri agar dapat menjaga kesehatan fisik dan mental Anda, juga menjalankan tanggung jawab Anda sebagai orangtua, pasangan, teman, anak, dan sebagainya.