HAK asuh anak merupakan salah satu hal yang penting untuk diperbincangkan ketika orangtua bercerai. Dasar hukum mengenai hak asuh anak diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 tentang hak pemeliharaan anak (hadhanah) setelah perceraian.
Ketika orangtua bercerai pembahasan mengenai hak asuh penting untuk dibahas, terutama jika pasangan yang bercerai memiliki anak dibawah umur. Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang merupakan perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 1 Ayat (1), anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dasar hukum mengenai hak asuh anak diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tepatnya pada pasal 41 huruf a yang berbunyi "Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;".
"Umumnya, anak dibawah umur balita hingga SD akan diasuh oleh Ibu karena dianggap lebih mampu memberikan perhatian dan kasih sayang intens," kata Konselor Pernikahan Shofiy Yusro S.Psi dalam wawancara ekslusif Okezone, Minggu (13/7/2025).
Hal ini juga sesuai dengan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam tentang hak asuh anak (hadhanah) pasca perceraian khususnya mengenai hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum berusia 12 tahun) hak asuhnya pada Ibu dan anak yang sudah mumayyiz (biasanya >12 tahun) anak boleh memilih ikut ayah atau ibu.
Namun, Ibu dianggap tidak layak apabila melakukan kekerasan pada anak, terbukti lalai atau mengabaikan anak dan hidup dalam lingkungan buruk, seperti narkoba, prostitusi, dan lainnya.
Selain itu, ketika sudah bercerai ayah tetap wajib untuk memberikan nafkah anak baik anak yang diasuh Ibu ataupun dengannya. Hal ini juga selaras dengan Pasal 105 huruf c Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa biaya pemeliharaan anak tetap menjadi tanggung jawab ayah.
Terkait dengan jumlah nafkah anak yang diberikan ayah bisa disepakati atau ditentukan oleh pengadilan tetapi jika ayah lalai memberi nafkah, bisa diajukan gugatan perdata.
Untuk memutuskan hak asuh anak, pengadilan akan melihat lima hal, yaitu kedekatan emosional anak, kapasitas mengasuh mencakup emosi, waktu dan ekonomi, riwayat kekerasan, lingkungan tempat tinggal dan pilihan anak jika ia sudah cukup usia.
Bagi orangtua yang tidak mendapatkan hak asuh tetap punya hak untuk bertemu dan berinteraksi dengan anak, ini juga termasuk hak bagi anak dan dilarang memutus hubungan anak dengan orangtua lain kecuali membahayakan anak.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)