SITUASI kelahiran di pesawat bukanlah sekadar hipotesis, melainkan peristiwa yang sesungguhnya terjadi.
Sejumlah kasus melahirkan di pesawat telah tercatat, menciptakan sejumlah pertanyaan hukum terkait kewarganegaraan bayi yang lahir dalam penerbangan.
Mengutip How Stuff Works, salah satu contoh kasus ialah kelahiran bayi dari seorang penumpang asal Maroko dalam penerbangan Turkish Airlines dari Istanbul menuju Chicago pada September 2021.
Kejadian serupa terjadi pada Juli 2019, ketika seorang bayi lahir dalam penerbangan dari Doha, Qatar, ke Beirut, Lebanon, dan dialihkan ke Kuwait untuk perawatan medis.
Bahkan, selama evakuasi AS dari Afghanistan pada tahun 2021, seorang pengungsi Afghanistan melahirkan di pesawat pengangkut pasukan C-17.
Kewarganegaraan bayi yang lahir di udara melibatkan berbagai faktor, tergantung pada kebijakan hukum negara yang terkait.

Beberapa negara menerapkan prinsip 'jus soli' atau hak untuk wilayah, memberikan kewarganegaraan kepada siapapun yang lahir di wilayah udara atau perairan teritorial mereka. Amerika Serikat adalah salah satu contoh negara yang menganut prinsip ini.
Di sisi lain, beberapa negara mengandalkan prinsip 'jus sanguinis' atau hak untuk darah, di mana kewarganegaraan bayi ditentukan oleh kewarganegaraan orangtuanya.
Namun, jika bayi lahir di atas lautan di mana hak teritorial tidak berlaku, dan jus sanguinis bukanlah pilihan yang dapat diterapkan, kewarganegaraan dari maskapai itu sendiri mungkin menjadi pertimbangan.