Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Latte Dad Tren Parenting Modern dari Bapak-Bapak Penggemar Kopi di Swedia

Muhammad Alfahrezy Rhomadon , Jurnalis-Sabtu, 04 Oktober 2025 |11:10 WIB
<i>Latte Dad</i> Tren <i>Parenting Modern</i> dari Bapak-Bapak Penggemar Kopi di Swedia
Latte Dad Tren Parenting Modern dari Bapak-Bapak Penggemar Kopi di Swedia. (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA – Di jalanan kota-kota Swedia, ada pemandangan unik yang kian sering terlihat. Para ayah mendorong stroller sambil menenteng secangkir kopi. 

Mereka disebut sebagai Latte Dads atau Latte Pappas dalam bahasa Swedia. Fenomena ini bukan sekadar gaya hidup, melainkan simbol perubahan cara pandang terhadap pola asuh modern sekaligus bentuk nyata kesetaraan gender.

Istilah Latte Dad lahir dari kebiasaan para ayah yang sedang cuti orangtua (parental leave), terlihat nongkrong di kafe bersama anak mereka. Jika dulu peran ayah lebih banyak dipersepsikan sebagai pencari nafkah, kini mereka juga mengambil peran sebagai pengasuh aktif. Di beberapa kafe dan taman di Swedia, jumlah ayah bersama bayi bahkan bisa lebih banyak daripada ibu.

Salah satu faktor penting yang melahirkan fenomena ini adalah kebijakan cuti orangtua di Swedia. Negara ini memberikan total 480 hari parental leave yang bisa dibagi antara ibu dan ayah hingga anak berusia delapan tahun. Dari jumlah tersebut, ada 90 hari khusus yang wajib diambil oleh ayah. Jika tidak digunakan, hak tersebut hangus. Kebijakan ini mendorong peran ayah lebih nyata dalam pengasuhan. Menariknya, selama 390 hari pertama, ayah maupun ibu tetap menerima kompensasi sekitar 80 persen dari gaji mereka.

 

Selain dukungan kebijakan, dikutip fatherly, Sabtu (4/10/2025), budaya kesetaraan gender di Swedia juga menjadi alasan mengapa Latte Dad tumbuh subur. Masyarakat setempat menilai peran ayah dalam mengasuh anak sama pentingnya dengan peran ibu. Tak heran, banyak ayah Swedia yang mengaku memiliki ikatan emosional lebih kuat dengan anak setelah mengambil cuti orangtua.

Fenomena ini memberikan dampak positif, baik bagi keluarga maupun masyarakat. Ibu lebih terbantu sehingga bisa melanjutkan karier, anak tumbuh dengan pola asuh yang seimbang, sementara ayah merasakan kedekatan yang lebih intens dengan buah hati. Meski begitu, tantangan tetap ada, seperti stigma bahwa mengasuh anak adalah tugas ibu, hingga rasa kesepian yang dialami sebagian ayah ketika menjadi pengasuh penuh waktu.

Bagi Indonesia, tren Latte Dad bisa menjadi inspirasi. Saat ini cuti ayah di Tanah Air masih terbatas. Namun, jika ada kebijakan parental leave yang lebih fleksibel serta dukungan budaya yang positif, bukan tidak mungkin peran ayah dalam pengasuhan bisa semakin besar. Dengan begitu, keluarga Indonesia bisa merasakan manfaat yang sama seperti di Swedia.

(Rani Hardjanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement