MANILA - Gereja San Agustin merupakan salah satu atraksi wisata paling menawan yang bisa dikunjungi di Intramuros, Manila, Filipina. Ia tak hanya tempat ibadah umat Katolik, namun juga sebuah museum indah yang sarat sejarah.
Gereja ini pertama kali dibangun Ordo Santo Augustin pada 1571, dengan nama Iglesia y Convento de San Pablo atau Gereja dan Biara St Paul. “Arsitektur awalnya sangat sederhana, terdiri dari bambu dan nipa,” kata Terry, tour guide yang membawa Okezone menyusuri gereja ini.
Pada Desember 1574, gereja tersebut dihancurkan oleh bajak laut asal China bernama Lim Ah Hong. Setahun kemudian, Gereja St Paul dibangun kembali dengan material kayu.
Namun Gereja San Agustin kembali hancur akibat kebakaran saat upacara pemakaman Gubernur Jenderal Spanyol Gonzalo Ronquillo de Penalosa, pada Februari 1583. Sekitar 3 tahun kemudian, gereja ini dibangun kembali dengan memasukkan arsitektur baroque Spanyol ke dalamnya.
Gereja sepanjang 67,15 meter ini kemudian dibangun kembali dengan struktur yang lebih kokoh. Pembangunannya menggunakan batako yang didatangkan langsung dari para pengrajin batu di Meycauayan, Binangonan, dan San Mateo.
Butuh waktu 20 tahun untuk menyelesaikan pembangunan San Agustin. “Alasannya, karena saat itu gereja kekurangan dana dan bahan. Apalagi, jumlah pengrajin batu sangat minim saat itu,” ungkap Terry.
Gereja ini kemudian diresmikan pada 19 Januari 1607 dengan nama Gereja St Paul of Manila. Pada 1762, gereja ini sempat rusak ketika perang Spanyol melawan Inggris pecah selama 7 tahun.
Pada 1854, gereja ini kembali direbovasi namun tak mengubah arsitektur sebelumnya. Lagi-lagi gereja ini rusak ketika gempa dashyat menimpa Filipina pada 3 Juni 1863, disusul gempa serupa pada 18 Juli 1880.
Gempa kedua kalinya ini membuat menara kiri gereja rusak parah dan terpaksa dibongkar. Pada 1970, biara St Paul yang terletak menyatu dengan gereja, direnovasi oleh Angel Nakpil dan dialihfungsikan menjadi museum.
Museum ini terdiri dari lorong-lorong dengan langit-langit tinggi membentuk setengah lingkaran dan jendela-jendela lebar berhiaskan kaca mosaik. Dari pintu masuk museum, terdapat lonceng raksasa yang diletakkan di sebuah meja rendah berwarna coklat tua.
“Ini adalah lonceng antik yang dahulu menghiasi menara sebelah kiri gereja yang hancur akibat gempa dashyat. Pihak gereja kemudian menurunkan lonceng ini pada 1927,” kata Terry.
Persis di depan lonceng, terdapat ruangan display di mana terdapat patung Bunda Maria dengan baju berlapis emas yang ditempatkan dalam keranda berlapis emas. Di sepanjang lorong museum terpajang 26 koleksi lukisan minyak raksasa tentang sejarah penyebaran agama Katolik di Manila.