JAKARTA - Beredar sebuah video viral yang menampilkan perdebatan antara Dedi Mulyadi dan seorang siswi SMA. Dalam video tersebut, terlihat seorang gadis remaja ngotot meminta agar acara perpisahan sekolah tetap diadakan, meskipun kondisi keuangan para siswa dinilai tidak memadai.
Momen ini terjadi ketika Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, tengah mengadakan pertemuan dengan sejumlah warga Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi. Pertemuan tersebut sebenarnya bertujuan untuk melakukan mediasi terkait masalah penggusuran rumah warga yang berada di bantaran sungai.
Namun, salah satu remaja yang berinisial AC itu, justru lebih membahas mengenai kebijakan yang diberlakukan tentang penghapusan acara wisuda atau perpisahan bagi siswa sekolah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memang sedang melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang berada di bantaran Kali Cikarang Bekasi Laut, termasuk rumah milik remaja tersebut dan keluarganya. Penggusuran ini dilakukan atas inisiatif Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk membangun danau kecil sebagai upaya penanggulangan banjir yang sudah tergolong parah.
Diketahui, Sungai Bekasi mengalami penyempitan akibat banyaknya tumpukan sampah dan menjamurnya bangunan liar di sekitarnya.
Siswi berinisial AC ini merasa bahwa keputusan untuk menghapus acara perpisahan merupakan tindakan yang kurang adil. Baginya, momen perpisahan adalah kesempatan berharga untuk berinteraksi dan mengabadikan kenangan terakhir bersama teman-teman setelah tiga tahun menjalani masa belajar.
Sebenarnya, melalui argumennya, AC ingin menyampaikan bahwa perpisahan tetap bisa diadakan, namun dengan konsep yang sederhana dan biayanya bisa lebih diminimalisir, agar tidak menjadi beban berat bagi para orang tua.
"Kalau misalkan bisa, wisuda pengeluarannya lebih sedikit. Biar adil nih ya pak, semua murid bisa ngerasain perpisahan,” ungkap AC mengkritik Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat.
Namun, pernyataan remaja tersebut langsung dibantah oleh Dedi. Menurutnya, kritik yang disampaikan AC dinilai kurang membangun. Dedi menjelaskan bahwa kebijakan penghapusan acara perpisahan di sekolah bertujuan untuk meringankan beban orangtua.
Ia menegaskan bahwa jika sekolah sudah digratiskan, maka tidak seharusnya ada tambahan biaya apapun, termasuk untuk acara perpisahan. Selain itu, Dedi menilai bahwa wisuda seharusnya diselenggarakan untuk mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, bukan di jenjang sekolah dasar atau menengah.
“Ngerasain perpisahan, duit perpisahan dari siapa?” Tanya Dedi.
“Dari orangtua,” jawab AC.
“Membebani enggak? Kalau tanpa perpisahan emang kehilangan kenangan? Kenangan itu bukan saat perpisahan, kenangan indah itu pada saat proses belajar selama 3 tahun,” tegas Dedi.
Dedi menegaskan bahwa jika siswa memang ingin mengadakan acara perpisahan, sebaiknya dilakukan secara mandiri tanpa harus melibatkan sekolah atau instansi terkait. Ia juga mengingatkan, jika dalam acara tersebut terjadi hal-hal negatif seperti tawuran, mabuk-mabukan, atau tindakan lain yang melanggar norma, maka konsekuensinya harus ditanggung sendiri.
“Kamu mau perpisahan? Yaudah perpisahan sendiri aja ga usah bawa sekolah." ujar Dedi Mulyadi seperti dikutip dari kanal YouTube resminya, KANG DEDI MULYADI CHANNEL, dilansir pada Selasa (29/4/2025).
“Karena kalau melibatkan sekolah, sekolah jadi mungut, karena sekolah jadi mungut kepala sekolahnya dibully, gurunya dibully dianggap guru dan kepala sekolah nyari untung dari biaya perpisahan,” tambah Dedi Mulyadi.
Dalam video yang diunggah oleh YouTube resminya, Kang Dedi juga sempat bertanya pendapat ibu dari gadis remaja tersebut, namun sang ibu justru lebih mendukung argumen anaknya, meskipun kondisi ekonomi keluarga mereka pas-pasan dan rumah yang mereka tempati berada di area gusuran.
“Ibu lebih setuju mana, anaknya ada perpisahan bayar atau perpisahan saya larang, gausah ngeluarin duit?” tanya Dedi kepada ibu dari gadis remaja tersebut.
“Kalau buat mental anak saya sih setuju yang bayar,” jawab ibu AC, menanggapi pertanyaan dari Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa generasi muda saat ini harus memiliki pola pikir yang kritis, namun sikap kritis tersebut harus tetap didasarkan pada logika yang sehat dan bernilai positif, bukan justru mengkritik dengan cara yang malah membebani orang tua.
(Qur'anul Hidayat)