JAKARTA - Perempuan Bugis sejak lama dikenal memiliki pesona yang khas, yakni kulit yang cerah, lembut, dan pancaran aura yang anggun. Di balik keindahan itu, tersimpan tradisi perawatan alami yang diwariskan turun-temurun, memadukan bahan-bahan lokal dan filosofi hidup yang sarat makna.
Salah satu rahasia utama mereka adalah Bedda Lotong, lulur hitam yang telah digunakan sejak ratusan tahun lalu. Lulur ini dibuat dari ketan hitam yang disangrai, kemudian ditumbuk halus bersama rempah seperti kunyit, temulawak, dan asam jawa.
Campuran ini menghasilkan bubuk berwarna gelap yang kaya antioksidan dan dipercaya mampu mencerahkan kulit, menghaluskan tekstur, serta membantu mengurangi bekas jerawat. Pemakaiannya sederhana: adonan dibasahi air, dioles ke seluruh tubuh atau wajah, dibiarkan mengering, lalu dibilas hingga bersih.
Selain itu, perempuan Bugis juga menggunakan Bedak Tettu’, bedak tradisional berwarna kekuningan yang terbuat dari beras, kunyit, dan rempah lain. Bedak ini berfungsi sebagai pelindung alami dari sinar matahari, sekaligus menenangkan kulit dan mencegah jerawat. Aroma rempahnya yang lembut menjadi ciri khas perawatan harian yang tetap dipertahankan hingga kini, bahkan di era modern.
Namun, kecantikan perempuan Bugis tidak hanya dirawat dari luar. Nilai budaya dan karakter pribadi memegang peranan penting. Mereka dikenal sabar, penuh kasih sayang, dan menjaga kehormatan diri, sifat yang dianggap menambah kecantikan dari dalam. Bagi masyarakat Bugis, perawatan tubuh dan sikap batin adalah satu kesatuan: tubuh yang dirawat dengan baik mencerminkan jiwa yang terjaga.
Hingga kini, tradisi ini terus dilestarikan, baik melalui keluarga maupun komunitas budaya. Beberapa penelitian dan catatan sejarah menegaskan bahwa Bedda Lotong dan Bedak Tettu bukan sekadar perawatan kulit, melainkan bagian dari identitas budaya Bugis yang mengajarkan keseimbangan antara keindahan luar dan ketenangan batin.
Berdasarkan catatan Okezone, Senin (15/7/2025), perawatan khas Indonesia diakui dunia sejak tahun 2017. Kecantikan perempuan Bugis, dengan demikian, lahir dari perpaduan alam, tradisi, dan jiwa yang terawat. Rahasia itu bukan sekadar resep, melainkan cara hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi.
(Rani Hardjanti)