JAKARTA - Musisi sekaligus aktor, Ignatius Rosoinaya Penyami alias Saykoji, membagikan pengalaman meneganggkan saat naik gunung Rinjani, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ya, gunung yang memiliki ketinggian 3.726 mdpl itu tengah menjadi perbincangan setelah wisatawan asal Brasil, Juliana Marins, meninggal usai terjatuh ke jurang sedalam 600 meter.
Bicara Rinjani, Saykoji mengatakan hal itu bukan hanya soal keindahan alamnya saja, tapi juga menyangkut jalur ekstrem serta persiapan fisik dan mental para pendakinya.
"Jadi makin ke atas udah nggak ada pohon, isinya tinggal batu karang dan kerikil," ucap Saykoji di kawasan Jakarta.
Terkadang, kata Saykoji, puncak Rinjani terkesan dekat bila dilihat dari posisi tertentu. Namun nyatanya, jarak itu tak sedekat dan semudah yang dibayangkan untuk bisa mencapai titik tertinggi.
"Nah ada tempat itu yang kita lewati, tempat namanya Cemoro Kembang. Dari situ ke atas, kita bisa lihat puncaknya, seakan-akan dekat, tapi sebenarnya itu jauh, prosesnya jauh," lanjut Saykoji.
"Dan sebelah kanan kita itu memang langsung jurang yang cukup dalam. Di gunung itu, kalau summit attack, kita nggak pernah tahu kondisi alam dan cuaca bisa tiba-tiba berubah," tuturnya.
Saykoji juga pernah mengalami kejadian mistis saat berada di Gunung Rinjani. Kala itu, ia bersama istrinya, Tessy Penyami, turun secara terpisah dari rombongan.
Di tengah jalan, pelantun Jomblo itu tiba-tiba mendengar alunan musik tradisional. Padahal, ia dan istrinya belum memasuki kawasan pedesaan yang menandakan langkahnya sampai di kaki gunung.
"Nah kalau ngomongin cerita di gunung ada yang seram atau tidak, selalu aja ada. Saya pernah sama istri, kita udah turun nih, udah turun, kebetulan turunnya terpisah-pisah (sama rombongan), ada yang lebih cepat, ada yang lebih cepat capek, tapi kita selalu dijagain," ceritanya.
"Ada beberapa tempat yang kayak kita nggak ada orang nih, ini tinggal turun sebenarnya, nggak naik yang susah, tinggal turun ke desa tapi ada beberapa yang berkabut. Kadang-kadang kita suka dengar kayak musik tradisional dari mana," beber Saykoji.
(Kemas Irawan Nurrachman)