JAKARTA – Media sosial ramai viral membicarakan insiden di Gunung Sindoro terkait aksi dugaan booking lahan camp oleh peserta open trip (OT) yang berujung pengusiran pendaki lain.
Video yang diunggah akun TikTok @24hoursofnaami menjadi viral karena menampilkan peristiwa adu argumen antara pendaki dan peserta open trip yang diduga berasal dari operator Tiga Dewa Adventure.
Dalam tayangan tersebut, pendaki menyatakan sempat terlibat konflik lantaran seluruh area camp telah dipenuhi tenda peserta OT, meskipun para pesertanya sendiri belum tiba di lokasi.
“Dari pos 2 sampai pos 5 sudah penuh, dan tendanya itu sudah berdiri padahal orang-orangnya masih di bawah. Kami gak kebagian tempat, akhirnya ribut sama pihak Basecamp dan OT,” ujar @24hoursofnaami.
Menurutnya, kondisi di pos 5 sangat padat hingga “seperti pasar”, dan akhirnya mereka harus mencari lokasi alternatif untuk mendirikan tenda.
Menanggapi kegaduhan di media sosial, pihak Tiga Dewa Adventure akhirnya memberikan klarifikasi resmi. Dalam pernyataannya, mereka menyampaikan permintaan maaf atas situasi yang mencuat ke publik dan menegaskan bahwa mereka tidak pernah memonopoli lahan camp.
“Kami menggunakan jasa porter lokal untuk mendahului pendakian guna mendirikan tenda dan membawa logistik. Namun kami tidak pernah melakukan booking area camp secara eksklusif,” tulis mereka dalam rilis resminya.
Mereka juga menegaskan komitmen untuk menindak tegas jika ada anggota timnya, baik porter maupun guide, yang terbukti melanggar etika atau aturan.
Musisi dan pendaki senior Fiersa Besari turut angkat bicara melalui akun Instagram pribadinya dikutip pada Kamis, 5 Juni 2025. Ia menyebut bahwa mendirikan tenda lebih dulu oleh porter OT memang lazim dilakukan, namun mengusir pendaki lain dari area camp adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
“Kalau sudah ada yang mendirikan tenda lalu diusir karena katanya itu lahan peserta TO, itu salah. Apalagi di gunung, tempat yang rentan cuaca ekstrem, itu sama saja menghilangkan perlindungan seseorang,” tegasnya.
Fiersa juga mengingatkan bahwa tidak semua orang bisa mendaki mandiri, sehingga keberadaan OT tidak bisa dihindari. Namun ia menyarankan agar pihak OT melakukan briefing yang lebih baik terhadap partner lapangan, serta terbuka dalam menanggapi konflik yang terjadi.
Insiden ini memicu perbincangan serius mengenai perlunya aturan yang jelas terkait pemanfaatan area camp, terutama di gunung-gunung yang kini semakin padat oleh wisatawan dan peserta open trip.
Banyak yang menyerukan adanya pengaturan zona camp antara pendaki reguler dan peserta OT agar tidak terjadi monopoli.
Pihak Tiga Dewa Adventure pun membuka layanan konfirmasi di nomor 0895-3280-93337 bagi pihak yang merasa dirugikan atau ingin memberikan klarifikasi lebih lanjut. Mereka juga mengingatkan media sosial dan konten kreator untuk tidak menyebarkan berita yang belum terverifikasi, serta membuka opsi hukum terhadap penyebar hoaks.
Fenomena open trip memang memberikan kemudahan bagi banyak orang untuk menjelajahi alam, namun tanpa regulasi yang adil dan etika pendakian yang dijaga, potensi konflik akan terus terjadi. Insiden di Sindoro menjadi pengingat bahwa gunung adalah milik bersama, bukan milik siapa yang duluan booking atau membawa rombongan terbanyak.
(Kemas Irawan Nurrachman)