TUBERKULOSIS atau TB menjadi salah satu penyakit yang banyak diidap di Indonesia. Bahkan Indonesia sendiri menduduki posisi kedua sebagai negara dengan kasus TB terbanyak di dunia.
Umumnya pengobatan untuk pasien TB dilakukan dengan mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) konsisten selama enam bulan. Namun kini pengobatan TB bisa dilakukan dalam waktu yang lebih singkat yaitu kurang dari enam bulan.
Menurut Dokter Spesialis Paru, Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp.P(K) kebijakan ini pun telah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pengobatan ini disebut dengan TB-SO (Sensitif Obat) yang dilakukan selama empat bulan.
Prof. Erlina menjelaskan bahwa program percepatan pengobatan TB inipun akan segera dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan melalui penelitian operasional dengan beberapa kombinasi obat.
“Pihak Kementerian Kesehatan RI akan mengimplementasikan pengobatan tersebut dalam bentuk penelitian operasional dengan obat-obatan yang digunakan,” kata Prof. Erlina dikutip dari cuitkan akun X resminya @erlinaburhan, Rabu (27/3/2024).
“Antara lain kombinasi Isoniazid, Rifapentine, Moxifloxacine, dan Pirazinamid selama dua bulan (2HPMZ) yang kemudian dilanjutkan dengan kombinasi Isoniazid, Rifapentine, dan Moxifloxacine selama dua bulan (2HPM),” ujarnya.
Penelitian tersebut akan segera dimulai pada Maret 2024 yang akan dilaksanakan pada Rumah Sakit Pemerintah di berbagai daerah seperti RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RS Islam Jakarta Cempaka Putih, RSUP dr. Hasan Sadikin, RSUD dr. Soetomo, RSUD dr. Saiful Anwar, dan RSUP dr. Kariadi Semarang. Tak cuma itu, ada dua puskesmas di wilayah Jakarta.
Selain itu, Prof. Erlina juga menjelaskan bahwa ada pengobatan TB-SO juga telah dirancang untuk dilakukan dalam durasi waktu yang jauh lebih singkat yaitu TRUNCATE-TB strategy. Meski efektivitas pengobatan ini sama dengan OAT, tetapi pengobatan ini belum direkomendasikan oleh WHO
“Saat ini juga sudah dikembangkan panduan pengobatan TB- SO 2 bulan (TRUNCATE-TB strategy) yang memiliki efektivitas sama dengan pengobatan TB-SO 6 bulan. Namun untuk implementasinya, WHO belum memberikan rekomendasi,” katanya.