LONTONG cap go meh menjadi menu makanan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Umumnya, disajikan pada hari ke-14 setelah Imlek untuk perayaan cap go meh.
Asal mula munculnya cap go meh merupakan hasil adaptasi dari masakan tradisional Indonesia oleh Tionghoa Indonesia.
Para pendatang dari Tionghoa pertama kali berlabuh di pesisir utara Jawa (Semarang, Surabaya, Pekalongan, dan Lasem).
Pada saat itu para lelaki Tionghoa menikahi perempuan Jawa, kemudian melahirkan percampuran budaya Jawa-Tionghoa. Kaum peranakan Jawa ini mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong.
(Foto: Instagram/@christ_terrace)
Hidangan ini dilengkapi dengan beragam isian, seperti opor ayam, telur pindang, kentang, sambal goreng ati, lodeh terong, acar, dan kerupuk. Cap go meh khas Semarang dihidangkan dengan daging bumbu abing, serundeng, dan bubuk kedelai.
Setiap lauk yang disajikan semangkuk cap go meh memiliki makna tersendiri. Lontong yang dibungkus daun pisang memanjang melambangkan panjang umur. Lontong yang padat bertolak belakang dengan encernya bubur.
Mengutip Wikipedia, masyarakat Tionghoa menganggap bubur identik dengan makanan orang miskin atau orang sakit. Hal tersebutlah yang melarang menyajikan dan mengonsumsi bubur ketika Imlek dan cap go meh sebab diibaratkan membawa sial atau ciong.