PULAU Madura di Jawa Timur yang merupakan kampung asal Menko Polhukam yang juga calon wakil presiden (Cawapres) Mahfud MD, punya beragam tradisi budaya. Salah satu yang paling khas adalah Karapan Sapi.
Pacuan sapi ala Madura ini sangat seru dan selalu menyedot banyak perhatian tiap kali digelar. Bahkan menarik minat wisatawan.
Mahfud MD telah secara resmi diumumkan sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang mendampingi Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo dalam kontes Pemilihan Presiden (pilpres) tahun 2024 mendatang Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam) itu sudah terdaftar menjadi cawapres bersama Capres Ganjar Pranowo di KPU pada Kamis 19 Oktober 2023.
Lahir di Sampang, Madura pada tanggal 13 Mei 1957, Mahfud memiliki pengalaman dalam berbagai jabatan kunci selama karirnya. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi selama periode 2008-2013 dan juga menjadi Menteri Pertahanan pada tahun 2000-2001. Namun, sebagian besar keterkenalannya didapat dari perannya sebagai staf pengajar dan Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UII) di Yogyakarta sejak tahun 1984.
Di UII, Mahfud MD aktif mengajar berbagai mata kuliah, termasuk Politik Hukum, Hukum Tata Negara, Negara Hukum, dan Demokrasi. Selain menjadi pengajar, ia juga berperan sebagai pembimbing dalam penulisan tesis dan disertasi mahasiswa.
Berbicara tentang tempat kelahiran Mahfud MD, yaitu Madura, ada tradisi unik dari Pulau Madura yang sudah dikenal banyak orang.
Mahfud MD
Suku Madura adalah kelompok etnis yang tinggal di Madura, Jawa Timur, dan mereka masih ada hingga saat ini. Kelompok ini memiliki sejumlah tradisi yang sangat khas dan tetap dilestarikan. Tradisi-tradisi unik ini sering menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang mengunjungi Madura.
Salah satunya adalah karapan sapi. Karapan Sapi adalah perlombaan pacuan sapi yang merupakan warisan khas dari suku Madura. Setiap tahun, dalam rangka memperingati budaya Madura, tradisi ini diselenggarakan pada bulan Agustus atau September.
Lalu, lomba ini mencapai puncaknya pada akhir September atau Oktober dalam final yang biasanya diadakan di mantan ibu kota, Pamekasan, dengan tujuan bersaing untuk memenangkan piala gubernur yang sebelumnya dikenal sebagai piala gubernur.
BACA JUGA:
Asal-Usul Istilah Karapan
Karapan Sapi adalah salah satu bentuk seni, olahraga, atau permainan tradisional yang secara rutin dilaksanakan oleh penduduk Pulau Madura. Terdapat dua versi mengenai asal-usul kata "Kerapan" atau "Karapan," seperti yang disampaikan oleh situs Kemdikbud.
Karapan sapi (Sindonews)
Pertama, istilah "Kerapan" mungkin berasal dari kata "Kerap" atau "Kirap," yang berarti proses berangkat atau pelepasan bersama-sama atau secara berkelompok. Versi kedua menyatakan bahwa "Kerapan" mungkin berasal dari kata Arab "Kirabah," yang berarti persahabatan.
Dalam perlombaan ini, sepasang sapi menarik kereta kayu tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut. Pasangan sapi ini diperlombakan dalam balapan kecepatan melawan pasangan sapi lainnya. Biasanya, trek pacuan memiliki panjang sekitar 100 meter, dan lomba berlangsung selama sekitar sepuluh detik hingga satu menit.
Bukan Hanya Ajang Kompetisi
Karapan sapi bukan hanya sebuah kompetisi, melainkan juga menjadi sebuah pesta rakyat yang sangat bergengsi di kalangan masyarakat Madura. Bahkan, status sosial pemilik sapi karapan dapat meningkat jika sapi mereka berhasil meraih kemenangan.
Dalam hal ini, sapi karapan sering dianggap sebagai investasi yang perlu dilatih dan dirawat dengan baik sebelum mengikuti perlombaan. Hal ini penting agar sapi tersebut tetap dalam kondisi sehat dan kuat, serta memiliki peluang untuk meraih kemenangan dalam perlombaan.
Proses pelatihan dan perawatan sapi karapan melibatkan biaya yang cukup besar, mencapai Rp 4 juta per pasang, termasuk biaya untuk makanan dan perawatan lainnya. Seringkali, sapi karapan diberi jamu khusus dan diberikan diet khusus, bahkan dalam beberapa kasus, hingga puluhan telur ayam per hari, terutama sebelum mereka mengikuti perlombaan.
Perlombaan Karapan Sapi memiliki berbagai jenis, mulai dari kompetisi tingkat kecamatan hingga kompetisi tingkat karesidenan, yang diikuti oleh para juara dari berbagai wilayah dan merupakan puncak acara dari tradisi ini.
(Salman Mardira)