Beda dengan ganja biasa, yang menurut Prof Zullies, itu dikonsumsi dengan tanpa takaran dosis sesuai kebutuhan perawatan medis.
"Kalau ganja biasa pakai, misal (dikonsumsi dengan cara) diseduh, itu kan ukurannya tidak terstandarisasi. Tapi, kalau ganja medis yang dipakai dalam bentuk sediaan obat, semuanya terukur dan ada standarisasinya," jelasnya lebih lanjut.
Meski ada yang namanya ganja medis, Prof Zullies menegaskan bahwa ganja bukanlah satu-satunya obat untuk mengatasi penyakit tertentu, termasuk cerebral palsy. Pasalnya. masih ada obat lain yang bisa digunakan untuk mengatasi kejang akibat penyakit tersebut.
"Ganja bisa jadi alternatif, tapi bukan pilihan pertama," tegasnya.
"Karena ada aspek lain yang harus dipertimbangkan. Namun, jika sudah menjadi senyawa murni seperti cannabidiol (CBD), terukur dosisnya, dan diawasi pengobatannya oleh dokter yang kompeten, ya, itu tidak masalah," pungkas Prof Zullies.
(Rizky Pradita Ananda)