Ekonomi, Pornografi, dan Seks Alternatif?
Keperawanan dan keperjakaan di Jepang juga berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Jepang mengalami ”keajaiban ekonomi” sejak akhir 1940-an hingga 1980-an di mana Jepang menjadi negara ekonomi terhebat kedua setelah AS. Jumlah pekerja kerah putih pun meningkat drastis. Orang Jepang yang identik dengan pekerja keras dan mereka terbiasa bekerja dalam jam kerja yang panjang. Apalagi, banyak perusahaan Jepang memberikan fasilitas kepada para pekerjanya berupa gaji yang tinggi dan fasilitas yang menyenangkan. Akibatnya, banyak pria terjebak dengan ide maskulinitas menjadi pekerja keras.
Selama periode tersebut, banyak perusahaan di kota besar memicu urbanisasi. Romantisme baru pun muncul, yakni pernikahan antarteman kerja. ”Banyak perusahaan menggelar acara liburan bersama untuk saling menjodohkan antarkaryawannya,” tutur Shigeru Kashima, pakar Jepang dari Universitas Meiji. Pada akhir 1990-an ekonomi Jepang menurun. Stagnasi ekonomi terjadi hingga dikenal dengan ”dekade yang hilang”. Kashima mengungkapkan, periode tersebut menjadi kegagalan ekonomi di mana terjadi stagnasi finansial yang memicu ketidakpercayaan lelaki dalam menjalin hubungan romantisme dengan perempuan.