JAKARTA - Gejala, penyebab, dan cara mengatasi Sindrom Sorry Habit. Apakah kamu sering mengucapkan "maaf" dalam percakapan dengan orang lain?
Misalnya, apakah sering mengatakan hal-hal seperti, "Astaga, maaf sekali cuacanya buruk sekali!" atau memulai kalimat dengan, "Maaf mengganggu, bolehkah saya bertanya sesuatu?"
Kalau iya, mungkin kamu mengidap "Sindrom Sorry Habit" atau “Sindrom Minta Maaf.”
Ini adalah dorongan untuk meminta maaf terus-menerus, bahkan untuk hal-hal di luar kendali kita atau untuk tindakan yang kita yakini tidak salah.
Melansir Higherechelon, berikut beberapa gejala Sindrom Sorry Habit:
Bahasa itu penting. Ketika kita terlalu sering meminta maaf, kita melemahkan komunikasi dan merendahkan diri sendiri. Permintaan maaf yang tulus tidak hanya terdengar hampa ketika kita terus-menerus meminta maaf, tetapi kita juga menciptakan lanskap batin yang ditandai dengan perasaan tidak layak untuk membiarkan keyakinan, permintaan, dan pernyataan umum kita berdiri sendiri.
Alih-alih mengucapkan maaf dengan asal-asalan, cara yang baik untuk menganalisis apakah permintaan maaf itu perlu atau bermanfaat adalah dengan bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya perlu meminta maaf?” dan “Apakah saya melakukan sesuatu yang benar-benar memenuhi kriteria berikut?”
Terlalu banyak dari kita yang terbiasa menyisipkan kata "maaf" dalam bahasa kita sesering kita menggunakan jeda verbal seperti "um". Dengarkan diri kamu minggu ini dan perhatikan seberapa sering kamu meminta maaf. Berapa banyak dari permintaan maaf itu yang tidak perlu? Mulailah menahan lidah kamu ketika kamu merasa ingin meminta maaf. Tidak hanya orang lain akan lebih menghormati kamu, kamu juga akan lebih menghormati diri sendiri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)