JAKARTA - Kasus penyakit ginjal pada anak terus meningkat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kondisi ini patut diwaspadai karena dapat berdampak jangka panjang pada kualitas hidup mereka.
Pada anak-anak, fungsi ginjal menjadi semakin penting karena sangat memengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan. Penyakit ginjal pada anak memerlukan penanganan khusus yang tidak hanya berfokus pada aspek medis, tetapi juga mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Selain itu, aspek lain yang juga menjadi perhatian adalah penyakit ginjal yang berhubungan dengan sistem imun. Transplantasi ginjal tetap menjadi terapi pengganti ginjal terbaik bagi anak dengan penyakit ginjal kronis stadium akhir, karena terbukti mendukung pertumbuhan, perkembangan neurokognitif, serta meningkatkan kualitas hidup.
“Transplantasi ginjal pada anak membutuhkan pendekatan yang sangat hati-hati. Mulai dari koreksi masalah urologi sebelum tindakan, pencegahan infeksi melalui vaksinasi, hingga penyesuaian regimen imunosupresi sesuai dengan metabolisme anak. Semua langkah ini menentukan keberhasilan jangka panjang,” ungkap Prof. Yap Hui Kim, pakar nefrologi dari Singapura, dalam ajang Siloam Uro-Nephro Summit 2025 beberapa waktu lalu.
Namun, sejumlah tantangan harus diantisipasi agar hasil transplantasi ginjal pada anak tetap optimal. Perlu dipahami bahwa kelainan bawaan ginjal dan saluran kemih merupakan penyebab utama gagal ginjal anak dan sering kali perlu dikoreksi sebelum transplantasi.
Perbedaan ukuran ginjal donor dewasa dengan penerima anak juga dapat menimbulkan komplikasi seperti trombosis (pembekuan darah), vessel kinking (pembuluh darah tertekuk), dan kompresi (tekanan pada ginjal atau pembuluh darah).
Tak hanya itu, risiko infeksi pun lebih tinggi pada anak. Infeksi EBV (Epstein-Barr Virus) dan CMV (Cytomegalovirus) dapat meningkatkan kejadian PTLD (Post-Transplant Lymphoproliferative Disorder) atau komplikasi serius lain yang dapat terjadi setelah transplantasi, sementara virus BKV (BK Polyomavirus) dapat memicu nefropati, yakni kerusakan ginjal hasil transplantasi. Karena itu, kelengkapan imunisasi menjadi syarat penting sebelum transplantasi dilakukan.
“Penyakit ginjal yang berhubungan dengan sistem imun pada anak membutuhkan pendekatan multidisiplin. Terapi yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien adalah kunci untuk mencapai hasil klinis yang lebih baik,” tambah dr. Hertanti Indah Lestari, Sp.A(K).
Keberhasilan penanganan penyakit ginjal pada anak tidak hanya ditentukan oleh tindakan medis, tetapi juga dukungan keluarga, pemantauan berkesinambungan, serta akses terhadap terapi modern.
Mencegah infeksi lewat vaksinasi, mewaspadai risiko dari virus tertentu yang bisa memengaruhi kesehatan ginjal, serta menyesuaikan obat imunosupresi dengan kondisi metabolisme anak merupakan langkah penting. Selain itu, edukasi berkelanjutan bagi pasien dan keluarga, terutama soal kepatuhan menjalani terapi, diyakini dapat membantu anak dengan penyakit ginjal hidup lebih baik sekaligus menjaga fungsi ginjal mereka dalam waktu lama.
Selain itu, pencegahan kerusakan ginjal sejak dini bisa dilakukan melalui pola hidup sehat. Asupan cairan yang cukup, membatasi konsumsi makanan tinggi garam, serta menghindari minuman kemasan tinggi gula dan zat aditif, menjadi langkah sederhana namun berdampak besar.
Menjaga berat badan ideal dan rutin berolahraga ringan juga dapat membantu kesehatan ginjal anak. Pemeriksaan kesehatan secara berkala berperan penting untuk deteksi dini, sehingga intervensi dapat dilakukan sebelum penyakit berkembang lebih jauh.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)