TIDAK semua pasangan yang bercerai bisa menjaga hubungan baik setelah perpisahan. Beberapa mampu tetap akur, namun tak sedikit pula yang memilih menjauh dan menyimpan luka. Hal ini menjadi perbincangan hangat, terutama setelah sejumlah konflik antara mantan pasangan selebritas kembali menjadi sorotan publik.
Untuk mengetahui apa penyebab utama mantan suami-istri sulit menjaga hubungan yang baik, Okezone berbincang dengan Meida, seorang konselor pernikahan dan edukator hubungan rumah tangga yang juga dikenal aktif membagikan konten edukatif di kanal YouTube miliknya.
Menurut Meida, tidak semua pasangan yang berpisah akan bermusuhan. Ada beberapa yang justru bisa tetap bekerja sama dengan baik, terutama jika ada anak yang harus mereka besarkan bersama.

“Jadi, tidak selalu ya. Ada yang berpisah dan tidak akur, ada juga yang tetap bisa menjalin komunikasi yang baik. Ini tergantung dari beberapa faktor, terutama penyebab perceraian,” ujar Meida dalam wawancara via Zoom.
Meida menyebut, jika perceraian terjadi karena masalah berat seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), atau suami yang tidak menafkahi, maka kemungkinan besar hubungan baik pasca perceraian akan sulit terwujud.
“Kalau sudah diselingkuhi atau disakiti, perempuan mana yang bisa langsung legawa? Apalagi kalau mantan suaminya menikah dengan selingkuhannya,” ujarnya.
Namun, bukan berarti tak ada mantan pasangan yang mampu berdamai dengan keadaan. Meida mencontohkan selebgram Cut Intan Nabila, yang meskipun menjadi korban KDRT dan bercerai, tetap menjenguk mantan suaminya di penjara sambil membawa anak mereka.
“Dia tidak ingin anaknya ikut menanggung sakit hati atau dendam. Itu contoh sikap dewasa yang patut dihargai,” jelas Meida.
Selain penyebab perceraian, faktor lain yang sangat menentukan adalah kedewasaan emosional masing-masing individu.
“Manusia dewasa itu seharusnya bisa menahan ego, tidak saling menyalahkan, dan fokus membangun suasana yang damai pasca-cerai, apalagi kalau sudah punya anak,” ucap Meida.
Sayangnya, lanjut Meida, tidak semua orang dewasa secara usia juga matang secara emosional. Banyak yang tetap memelihara luka, dendam, bahkan menjadikan anak sebagai alat konflik.
“Jangan libatkan anak dalam masalah orang dewasa. Anak tetap butuh dua orang tuanya. Kalau mereka dipaksa memihak, bisa muncul luka batin yang terbawa sampai dewasa,” tegasnya.
Mengenai cara untuk benar-benar pulih dari hubungan yang gagal, Meida mengaku kurang setuju dengan istilah "move on".
“Saya lebih setuju istilah move forward. Karena move on itu kesannya kita harus cepat sembuh, cepat bahagia, cepat lupa. Padahal luka emosional nggak bisa dipaksa. Move forward itu artinya kita melangkah ke depan dengan membawa kesadaran dan menerima masa lalu sebagai bagian dari diri,” ujar Meida.
Menurutnya, kunci dari pemulihan justru terletak pada kemampuan menerima, bukan melupakan.
“Kita nggak perlu membuktikan apa-apa ke mantan. Kita maafkan mereka bukan demi mereka, tapi demi diri kita sendiri,” jelasnya.
Menjaga Batas dengan Mantan Pasangan
Dalam kehidupan pasca perceraian, menjaga batas dengan mantan pasangan juga penting. Meida menyarankan agar masing-masing pihak fokus memperbaiki diri terlebih dahulu.
“Batas itu dimulai dari dalam diri. Kita yang harus belajar menyikapi segala sesuatu dengan dewasa. Kalau emosi belum stabil, semua akan terasa salah dan sensitif,” katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)