Meski sering dianggap serupa, xenophobia berbeda dengan rasisme. Rasisme lebih mengacu pada diskriminasi berdasarkan ras atau etnis, sementara xenophobia lebih pada status sebagai “orang luar”. Keduanya bisa terjadi bersamaan atau terpisah.
Contohnya, seseorang bisa bersikap xenofobik terhadap orang asing berkulit putih yang dianggap mengambil pekerjaan lokal. Namun, jika sikap benci tersebut juga disertai stereotip terhadap warna kulit atau etnis, maka itu merupakan kombinasi antara xenophobia dan rasisme.
Xenophobia bisa muncul dalam berbagai bentuk, dari yang halus hingga ekstrem, seperti:
- Mikroagresi: misalnya langsung menanyakan “Asalmu dari mana?” hanya karena seseorang memiliki aksen berbeda.
- Diskriminasi kerja: menolak merekrut orang yang dianggap “asing”.
- Diskriminasi medis: dokter yang enggan memberikan layanan optimal pada pasien dari kelompok minoritas.
- Kekerasan: seperti yang terjadi di Afrika Selatan terhadap imigran dari negara tetangga.
- Kebijakan bermusuhan: seperti larangan imigrasi terhadap kelompok tertentu.
Xenophobia bisa muncul karena banyak faktor, antara lain:
- Rasa tidak aman: Ketakutan akan kehilangan pekerjaan atau identitas budaya.
- Kepentingan politik: Beberapa tokoh politik memanfaatkan xenophobia untuk mendapat dukungan.
- Kurangnya pendidikan: Ketidaktahuan terhadap budaya lain dapat memicu prasangka.
- Lingkungan homogen: Di daerah yang kurang beragam, “orang luar” lebih mudah dicurigai.