JAKARTA - Kelebihan kortisol berkaitan dengan peningkatan berat badan sejatinya serupa dengan mempertanyakan apakah stres yang berkepanjangan dapat menggiring tubuh untuk menyimpan lemak lebih banyak. Dalam kedua situasi, jawabannya adalah afirmatif.
Kortisol, hormon stres yang tercipta secara alami, memainkan peran utama dalam mengatur kinerja metabolik tubuh. Maka dari itu, menjaga keseimbangannya menjadi krusial, mulai dari menyediakan ruang untuk relaksasi hingga merancang ulang pola makan dan kebiasaan fisik agar kortisol tak mengendalikan kita, melainkan sebaliknya.
Kortisol adalah senyawa hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, yang terletak di atas ginjal. Saat tekanan emosional atau fisik menyerang, tubuh memproduksinya sebagai respons bertahan hidup. Ini menempatkan tubuh dalam keadaan siaga, dikenal sebagai "fight or flight mode" yang pada akhirnya memperlambat proses biologis reguler, termasuk metabolisme.
Walaupun keberadaannya vital untuk adaptasi tubuh terhadap stres, level kortisol yang melonjak berlebihan bisa menjadi bumerang.
Menurut Gabrielle Mancella seorang Dokter Bedah di Orlando Health, fungsi utama kortisol dalam metabolisme adalah merangsang pemecahan lemak dan karbohidrat untuk menciptakan semburan energi.
Namun, efek sampingnya adalah peningkatan dorongan makan, terutama terhadap pangan berkalori tinggi seperti makanan manis, gurih, dan berminyak. Ini menjelaskan mengapa di tengah tekanan, seseorang lebih cenderung mendambakan makanan cepat saji dibandingkan dengan pilihan yang bergizi seimbang.
Tidak hanya itu, kelebihan kortisol pun mampu menekan produksi testosteron, yang berakibat pada berkurangnya massa otot serta efisiensi tubuh dalam membakar kalori. Hasil akhirnya adalah perlambatan metabolik yang signifikan.
Metabolisme merupakan poros utama dalam mengkonversi makanan menjadi energi. Maka, gangguan pada sistem ini bisa memicu serangkaian konsekuensi kesehatan. American Psychological Association mengindikasikan bahwa efek lanjutan dari disfungsi metabolik akibat stres antara lain:
* Bertambahnya berat badan
* Tubuh terasa lelah berkepanjangan
* Gangguan suasana hati hingga depresi
* Meningkatnya risiko tekanan darah tinggi dan diabetes tipe 2
* Melemahnya sistem kekebalan tubuh
Selain itu, penimbunan lemak akibat lonjakan kortisol cenderung terkonsentrasi di area perut yang dalam dunia medis kerap disebut sebagai “lemak toksik” karena berkorelasi erat dengan peningkatan risiko penyakit jantung.
Menjinakkan stres mungkin terasa seperti tugas yang mustahil di hari-hari tertentu, namun bukan berarti tak dapat dikendalikan. Salah satu cara paling efektif adalah dengan membiasakan teknik pereda ketegangan seperti meditasi, yoga, latihan pernapasan mendalam, atau mindfulness. Praktik-praktik ini dapat membantu tubuh menormalkan produksi kortisol kembali ke tingkat fisiologis yang aman.
Penting pula untuk tidak menyerah pada keinginan sesaat yang mendorong kita memilih makanan cepat saji. Dengan mengasup makanan alami berbasis tumbuhan yang kaya nutrisi, tubuh mendapatkan bahan bakar yang sejati. Meski sulit, pilihan ini sangat berarti dalam jangka panjang karena akan meminimalisir konversi kalori menjadi cadangan lemak.
Tak kalah penting, aktivitas fisik rutin menjadi salah satu senjata ampuh dalam meredam kortisol. Entah itu jalan kaki, joging, bersepeda, atau mengangkat beban, semua bentuk olahraga ini mendukung pemeliharaan massa otot dan menstabilkan hormon stres, terutama saat tubuh mengalami lonjakan kortisol yang terus-menerus.
(Qur'anul Hidayat)