TREN childfree saat ini masih menuai pro dan kontra. Namun, menurut Praktisi Kesehatan Masyarakat, dr.Ngabila Salama, fenomena ini juga memiliki dampak positif.
Meski masih memiliki sisi kontra, menurutnya masyarakat tak boleh begitu saja menyematkan stigma negatif terhadap tren childfree. Apalagi, hal tersebut berkaitan dengan hak asasi manusia.
“Jangan pernah menstigma keputusan tersebut. Childfree adalah hak asasi manusia untun memutuskan,” ujar dr.Ngabila, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, (21/11/2024).
Meski begitu, dr.Ngabila mengimbau, bagi seseorang atau para pasangan yang memutuskan untuk childfree tak ada salahnya untun melakukan konseling. Baik itu ke psikolog, psikiater maupun dokter.
“Konseling pranikah dan konseling pernikahan oleh pakar (penghulu, konselor, psikolog, dokter atau psikiater) perlu diperkuat untun mitigasi dan evaluasi,” tuturnya.
“Juga mempertimbangkan dampak jangka pendek atau panjang. Data konseling yang valid dapat membantu pemerintah membuat kebijakan berbasis data,” sambungnya.
dr.Ngabila mengungkapkan, ada beberapa dampak kesehatan fisik dan mental yang bisa muncul baik positif dan negatif terhadap tren childfree. Berikut diantaranya.
Dampak positif fisik
Perempuan childfree cenderung terhindar dari risiko medis terkait kehamilan. Misalnya, preeklampsia, diabetes gestasional, atau komplikasi persalinan yang dapat memengaruhi kesehatan fisik jangka panjang.
Tidak menjalani kehamilan atau persalinan dapat mengurangi risiko cedera pada otot dasar panggul, yang sering kali dapat menyebabkan masalah seperti inkontinensia urin atau prolaps organ panggul di usia tua.
Kehamilan dan menyusui mengubah tubuh secara drastis. Dengan tidak melalui proses ini, tubuh wanita dapat lebih stabil secara hormonal dan fisik.