Tak cuma itu, Profesor Zoltan Sarnyai juga menemukan sebuah penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan antara emosi dengan jerawat. Sebanyak 67 persen orang menganggap munculnya jerawat bisa memicu stres lho.
“Dalam sebuah penelitian antara emosi dan jerawat, 67 persen dari kelompok pasien melaporkan adanya hubungan antara timbulnya jerawat dan peristiwa yang memicu stres,” ujarnya.
Profesor Zoltan Sarnyai juga mengidentifikasi lebih dalam terkait neurotransmitter yang terhubung dengan kulit seseorang. Dari situ ditemukan adanya empat pesan utama di otak yang mempengaruhi fungsi dan kualitas kulit dengan juga bekerja pada emosi.
Pertama, Profesor Zoltan Sarnyai melaporkan adanya hormon B-endorfin yang di otak berkontribusi pada kesenangan dan juga membantu regenerasi kulit seseorang. Kemudian ada Gamma-Aminobutyric Acid (GABA), sebagai neurotransmitter yang bisa mengurangi stres dan kecemasan, serta menenangkan peradangan pada kulit.
Bukan cuma itu, dia pun menemukan kortisol dalam otak yang bisa berpengaruh pada tingkat stres. Namun juga dapat melemahkan pelindung kulit dan membuat kulit lebih sensitif. Selain itu, adapun Peptida terkait gen kalsitonin (CGRP) yang jika dikonsumsi secara berlebihan bisa membuat tubuh lebih mudah merasakan sakit dan menyebabkan stres inflamasi.
(Leonardus Selwyn)