 
                PEMERINTAH berencana mengganti kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan dengan mulai memberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS) di seluruh RS Indonesia pada Juni 2025.
Namun, rencana ini masih menimbulkan sejumlah tanda tanya besar bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya terkait bagaimana penetapan iuran jika nantinya KRIS sudah diberlakukan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ghufron Mukti lantas ikut buka suara terkait hal tersebut. Dia memastikan, meski belum ada kebijakan resmi, nantinya system iuran pembelakuan KRIS tetap mengedepankan kemampuan finansial masing-masing golongan masyarakat.
Ini artinya, system iuran pada KRIS tidak jauh berbeda dengan system iuran pada kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan yang sebelumnya dibagi-bagi berdasarkan kemampuan finansial masing-masing pasien.

Pasalnya, Ghufron menilai, jika iuran KRIS disamakan, hal tersebut dapat mempersulit masyarakat golongan miskin, meskipun bagi orang kaya iuran tersebut tidak memberatkan sama sekali.
“Yang jelas, kalau iurannya disamakan antara yang kaya dan miskin, maka konsep nilai gotong royong tidak terbangun,” ujar Ghufron, kepada MNC Portal, Kamis, (28/3/2024).
Ghufron juga memastikan, Pemerintah melalui BPJS Kesehatan tetap akan menjamin konsep Kesehatan yang mengedepankan sikap gotong royong yang tidak melanggar prinsip Kesehatan sosial.
“Dan itu iuran besarnya sama antara yang kaya dan miskin melanggar prinsip dasar asuransi Kesehatan sosial,” tuturnya.
Sebagai informasi, sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan, penghapusan kelas BPJS Kesehatan dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat Indonesia.