INDONESIA memang memiliki beragam suku dan budaya. Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah Suku Kajang.
Suku Kajang merupakan salah satu suku tradisional yang terletak di Sulawesi Selatan, tepatnya sekitar 200 km arah timur Kota Makassar.
Suku Kajang atau yang dikenal dengan masyarakat adat Ammatoa Kajang merupakan suku yang sangat sederhana, alami, dan hidup di alam yang masih asri dan terjaga kelestariannya.
Orang Kajang mirip masyarakat Baduy yang berada di Jawa Barat, dan terbagi menjadi dua yaitu Suku Kajang Luar yang disebut Tau Lembang, relatif modern dan menerima peradaban, dan Suku Kajang Dalam yang disebut Tau Kajang, yang hidup di kampung adat.
Mengutip laman Aroeng Binang, Suku Kajang mempunyai ciri khas khusus, yaitu pakaian serba hitam, memakai sorban warna hitam, dan tanpa alas kaki meski panas terik matahari, atau berjalan ke kota sekalipun. Suku Kajang Dalam menutup diri dari perkembangan zaman seperti tidak adanya listrik dan lebih natural.
Suku Kajang Dalam memegang tradisi nenek moyang yang disebut dengan 'pappasang', atau semacam hukum tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar.
(Foto: Dok Kemenparekraf)
Bagi yang melanggar akan mendapat 'pangellai', teguran atau hukuman. Salah satu bunyi hukum yang ada dalam 'pappasang' adalah 'Kajang, Tana Kamase-masea', yang artinya tidak jauh dengan, 'Kajang tanah yang sederhana atau miskin'.
Dikarenakan adanya 'pappasang' ini, menjadikan orang-orang yang berdiam dalam kompleks adat suku kajang, tidak mau menerima yang namanya kemegahan dunia.
Siapa yang ingin kaya, harus keluar dari kompleks adat, karena tanah Kajang sendiri tidak menyiapkan kekayaan itu, dan sudah disebutkan dalam 'pappasang'.
Orang-orang Suku Kajang menolak paham dari luar maupun program-program pemerintah yang dianggap dapat mengancam keberadaan mereka, atau yang akan melanggar 'pappasang', 'Kajang Tana Kamase-masea'. Sehingga kemegahan dunia yang dimaksud harus berdasarkan interpretasi 'Amma Toa' (Kepala Adat Suku Kajang).
Jika Anda ingin mengunjungi kediaman Suku Kajang, selama di kompleks adat Kajang, Anda jangan sampai mencari tempat untuk charger handphone ketika baterai ponsel Anda sedang lowbatt, karena di sini tidak tersedia listrik.
Tiadanya listrik di dalam kompleks adat bukan karena tidak tersentuh oleh program pemerintah, tetapi 'Amma Toa' sendiri yang menolak dipasang listrik, karena dirasa akan melanggar 'pappasang', sebab listrik dianggap sebuah kemewahan.
Padahal, keberadaan listrik di Kajang Luar sudah ada sejak tahun 1980-an. Bukan hanya listrik yang dilarang masuk di suku Kajang Dalam, tetapi segala sesuatu yang dianggap melanggar 'pappasang', 'Kajang, Tana Kamase-masea'. Contohnya adalah pembangunan jalan raya, kendaraan, sekolah, bahkan cara berpakain sekalipun.
(Foto: Dok Kemenparekraf)
Mengunjungi Suku Kajang Ammatoa,terlebih dahulu harus izin kepada kepala Desa Ammatoa yang berada di Suku Kajang Luar. '
Tak hanya itu, masuk ke dalam kawasan kampung adat Suku Kajang Dalam di Ammatoa tidak diperkenankan memakai alas kaki baik itu sandal, kaus kaki maupun sepatu.
Meskipun harus merasakan panas terik matahari, atau berjalan ke kota maupun sekolah sekalipun, masyarakat Suku Kajang Ammatoa sama sekali tidak pernah tergoda untuk menggunakan alas kaki berbentuk sepatu atau sandal. Hal ini dikarenakan alas kaki juga dianggap bagian dari teknologi.
Tak hanya itu, saat memasuki kompleks adat juga dilarang untuk memakai pakaian mencolok yang mencerminkan kemewahan, misalnya dengan mengenakan pakaian berwarna merah. Jika Anda melanggar, Anda akan dikenakan sanksi adat ataupun tidak diperbolehkan masuk ke kompleks adat.
(Foto: blogerbugis.blogspot.com)
Ciri khas lain dari Suku Kajang yang bisa dilihat adalah bentuk rumah yang unik. Bangunan rumah khas Sulawesi Selatan secara umum adalah rumah panggung.
Tetapi, suku Kajang mempunyai keunikan bentuk rumah panggung tersendiri yakni, dapurnya terletak di depan, menghadap jalan utama. Jadi, jika Anda memasuki salah satu rumah 'Tau Kajang', yang terlihat pertama kali adalah dapur. Ini dikarenakan melambangkan kesederhanaan, dan mau menunjukkan apa adanya.
(Rizka Diputra)