4. Faktor Risiko Hipospadia
Dalam penelitian terakhir yang dilakukan CDC ada beberapa faktor yang memengaruhi risiko bayi laki-laki menderita hipospadia. Di antaranya:
- Usia dan berat ibu
Ibu yang berusia 35 tahun atau lebih dan dianggap obesitas dapat memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
- Kesuburan ibu dan ayah
Perempuan yang menggunakan teknologi reproduksi berbantuan untuk membantu kehamilan memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
- Hormon tertentu
Perempuan yang mengonsumsi hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan terbukti memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Aprilia Manganang, Apakah Hipospadia Bisa Dicegah?
5. Gejala Hipospadia
Beberapa gejala hipospadia di antaranya:
- Pembukaan uretra di lokasi yang abnormal dan bukan ujung penis.
- Bentuk penis cenderung melengkung ke bawah (chordee).
- Bentuk kulup yang abnormal.
- Percikan urine yang tidak normal saat buang air kecil.
6. Diagnosis dan Penanganan Hipospadia
Kondisi hipospadia umumnya dapat terlihat atau didiagnosis setelah bayi lahir. Untuk penanganannya, sebagian besar kasus hipospadia memerlukan operasi pembedahan. Penanganan ini dapat dilakukan saat anak laki-laki berusia antara 3–18 bulan.
Dalam beberapa kasus, pembedahan dilakukan secara bertahap. Tahapan perbaikan yang dilakukan selama operasi di antaranya termasuk menempatkan pembukaan uretra di tempat yang tepat, memperbaiki lekukan di penis, dan memperbaiki kulit di sekitar pembukaan uretra.
(Hantoro)