Pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi melemah. Bahkan sebagian orangtua telah kehilangan pekerjaannya.
Kendati demikian, orangtua seringkali menjadi stres karena kehidupan terus berlanjut sedangkan penghasilan tidak cukup atau bahkan tidak ada. Seringkali, hal ini berdampak pada kekerasan terhadap anak.
Pada saat stres, orangtua kerap kali melampiaskan emosinya kepada anak-anak mereka. Hal ini dapat berpengaruh pada psikologis anak.

Terlebih, selama pandemi, anak-anak bersekolah secara daring dan tidak semua orangtua paham akan teknologi. Sejak 1 Januari hingga 31 Mei 2020 saja, setidaknya terdapat 503 laporan tentang anak terkait polemik dunia pendidikan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI.
Baca Juga : HAN 2020, 170 Anak Indonesia Kirim Surat Curahan Isi Hati untuk Presiden Jokowi
Angka tersebut naik hampir setengahnya dari jumlah laporan Januari hingga Desember 2019 yaitu sebanyak 321 laporan.
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Susanto mengatakan, meskipun jika dilihat dari sisi regulasi Indonesia merupakan negara yang memiliki komitmen besar terhadap perlindungan anak, namun tidak dipungkiri masih terdapat sejumlah tantangan dan kendala.
"Rehabilitasi terhadap kekerasan anak sejauh ini sudah mencapai 48%. Tampaknya memang masih belum tuntas, karena berbagai hambatan kendala," ujarnya dalam acara Hari Anak Nasional bertema Anak Terlindungi, Indonesia Maju pada Kamis (23/7/2020).