DUA perempuan berdiri berbarengan dengan saya, ketika mendengar kereta jurusan Stasiun Kota akan segera tiba. Saya pun melepas headset dan bersiap menyambut kedatangan kereta tersebut.
Entah asyik bicara apa, tiba-tiba salah satu dari perempuan itu berkata: "Eh, ini gunanya apa sih?" sambil menunjuk jalur kuning dengan pola timbul itu. Temannya menjawab: "Itu untuk orang buta, buat nuntun mereka".
Si perempuan pertama kembali berkata: "Ih, ngapain sih buat kayak gini segala. Kan orang buta juga dituntun, enggak mungkin mereka jalan sendiri,". Tak lama kereta datang, percakapan mereka pun terhenti.
Lantas, dari dalam kereta itu keluar lah orang tunanetra memakai tongkat, kemudian berjalan menyusuri jalur kuning tersebut. Tanggapan si perempuan? Mereka cuek saja, dan masuk ke dalam kereta sambil ngobrol hal lainnya.

Kejadian tersebut membuat ingatan saya kembali ke beberapa waktu silam. Kala itu, rekan-rekan di Singapore International Foundation (SIF) mengajak 6 wartawan Indonesia untuk mengunjungi Singapura. Alasannya? Mereka ingin menunjukkan sisi lain Singapura.
Salah satu yang membuat alis saya naik adalah ketika mereka mengatakan bahwa ada museum untuk orang buta. Buat apa? Benar itu juga yang tanyakan kepada mereka. Buat apa repot-repot membuat karya seni untuk orang buta? Tapi berbeda dengan di Indonesia, di Negeri Singa itu semua orang harus mendapat kesetaraan.
Lalu, bagaimana cara mereka menikmatinya? Nah, di Singapore Art Museum Touch Collection, tunanetra bisa menikmati seni kontemporer yang dipamerkan dengan cara merabanya. Tapi tidak hanya meraba, tapi mereka juga bisa mendengarkan penjelasannya lewat headset.
Ada tiga karya seni yang dibentuk ulang oleh Singapore Art Musemum, sehingga memudahkan para tunanetra untuk menikmati karya seni tersebut.

Pertama adalah patung pasukan perang berbaju zirah China karya seniman Justin Lee bertajuk East and West. Patung ini dibuat mini dengan tinggi sekira 50 cm, jauh lebih kecil dari ukuran aslinya.
Cara menikmatinya, tunanetra akan menggunakan headset untuk mendengarkan penjelasan mengenai detail patung dari audio. Sembari mendengarkan penjelasan, tunanetra memegang dan meraba patung untuk memahami bentuknya.