Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengagumi Karya Seni untuk Tunanetra, Ketika Kaum Difabel Diangkat Derajatnya

Martin Bagya Kertiyasa , Jurnalis-Selasa, 17 September 2019 |03:28 WIB
Mengagumi Karya Seni untuk Tunanetra, Ketika Kaum Difabel Diangkat Derajatnya
Touch Collection milik Singapore Art Museum. (Foto: SIF)
A
A
A

Sementara yang terakhir adalah media instalasi dari pipa tembaga yang dibentuk sedemikian rupa. Sama seperti dua karya sebelumnya, awalnya karya seni ini berukuran masif, namun diperkecil sesuai kebutuhan.

Media instalasi ini bisa menghasilkan nada karya Zulkifle Mahmod yang dibuat pada 2015 dengan judul Raising Spirits and Restoring Souls. Tapi khusus untuk karya seni untuk para tunanetra, maka lagu kebangsaan Singapura, Majulah Singapura yang didengungkan.

 Tapi khusus untuk karya seni untuk para tunanetra, maka lagu kebangsaan Singapura, Majulah Singapura yang didengungkan.

Bukan hanya untuk para tunanetra, Singapura juga memiliki fasilitas lain untuk para penyandang disabilitas. Agak miris memang, ketika Singapura berusaha untuk mensejajarkan para kaum difabel, di Indonesia mereka cenderung tidak mendapat tempat.

Sebagai contoh, ketika seseorang gagal menemukan benda yang dia cari atau ketika seorang pengendara kendaraan bermotor melakukan kesalahan, kita kerap berteriak: "Buta lo ya!!".

Sewajarnya, persepsi buta tidak sama dengan lalai atau melakukan hal bodoh, yang pada akhirnya dapat berujung pada perilaku cenderung merendahkan penyandang disabilitas netra.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement