ELECTRONIC sport alias esport memang tengah menjadi kegemaran banyak anak milenial. Bermain game yang dulunya dianggap hanya menghabiskan waktu, sekarang bisa menghasilkan uang.
Bahkan, belum lama ini masyarakat dunia dihebohkan dengan kemampuan para biksu yang berhasil meraih prestasi di bidang eSport. Para biksu Buddha pemula dari sekolah Balee Sathit Suksa, Thailand, berhasil meraih gelar juara di the 2019 KKU Nong Khai Fair.
Tiga biksu muda ini memenangi kompetisi balap online Speed Drifters, dan mendapatkan pujian sekaligus kritik karena mengenakan pakaian oranye khas biksu selama berkompetisi. Kala itu mereka harus berkompetisi dengan menumbangkan para lawan lainnya di Universitas Khon Kaen Nong Khai yang terletak di timur laut Thailand.

"Para siswa ingin mencoba memasuki kompetisi, jadi kami memberi mereka kesempatan itu. Kami tidak berharap untuk benar-benar menang," Kokkiad Chaisamchareonlap, seorang koordinator akademik dan biksu di Balee Sathit Suksa Thailand, melansir dari Asia One.
Turnamen ini, menjadi salah satu acara besar yang menampilkan acara akademis dan esports, tidak heran jika banyak media Thailand yang meliput. Meski demikian, beberapa tanggapan negatif pun mulai bermunculan di media sosial. Mereka mengatakan bahwa jubah yang mereka kenakan selama berkompetisi telah mengubah permainan menjadi perayaan agama.
“Biasanya saya tidak banyak berhubungan dengan agama, tetapi saya pribadi tidak berpikir itu benar. Ini tidak ilegal, atau sesuatu yang serius tetapi mereka tidak boleh memakai pakaian kuning. Mereka hanya biksu pemula,” tulis akun @parnkungTH.
Melihat hal ini, Kokkiad pun memberikan jawaban atas argumen netizen yang merasa keberatan dengan aksi para biksu pemula yang sengaja mengenakan pakaian berwarna oranye tersebut.
"Para siswa hanyalah anak-anak, seperti orang lain seusia mereka yang mereka butuhkan untuk tumbuh, mengembangkan keterampilan mereka dan mengeksplorasi minat mereka. Kami ingin memberi para siswa kesempatan," katanya.
(1) หลังจากสังคมออนไลน์แชร์ภาพสามเณรชนะเลิศการแข่งขันกีฬาอิเล็คโทรนิกส์ อาจารย์ธนภัทร วงษ์คำจันทร อาจารย์มหาวิทยาลัยขอนแก่น วิทยาเขตหนองคาย ซึ่งรับผิดชอบกิจกรรมนี้บอกว่าการแข่งขันเป็นหนึ่งกิจกรรมงานสัปดาห์วิชาการ KKU Nong Khai Fair 2019 pic.twitter.com/5yDxHNuqjq
— Winaithorn.S (@Winaithorn) August 19, 2019
"Banyak dari mereka tidak memiliki itu, datang dari keluarga miskin atau keluarga yang hancur. Ketiganya ingin bersaing, mereka bertanya apakah mereka bisa dan kami memberi mereka kesempatan,” terang Kokkiad.
Lebih lanjut Kokkiad mengatakan, beberapa sekolah agama lain selain Balee Sathit Suksa juga ikut serta dalam kompetisi esport. Sayangnya, hanya murid-muridnya yang mendapat kecaman karena berhasil memenangkan kompetisi.
Dia melanjutkan, para biksu muda didikannya menerima pendidikan agama selama 20 jam per minggu, sementara sisa waktunya digunakan untuk studi normal. Mereka diperkenalkan dengan esport di kelas komputer dan berlatih sendiri selama waktu luang mereka.
(Martin Bagya Kertiyasa)