Dekade keempat, usia 30–40 tahun
Kehidupan kerja di usia dewasa memunculkan banyak tantangan selain perut keroncongan.
Dampak dari stres, yang telah terbukti mendorong perubahan selera dan kebiasaan makan pada 80% populasi, membagi rata antara mereka yang makan dengan rakus dan mereka yang kehilangan selera makan.
Dua strategi yang berbeda dalam menanggulangi stres ini menarik: fenomena "ketagihan makanan" – dorongan tak tertahankan untuk mengonsumsi makanan tertentu, seringkali berkalori tinggi – tidak cukup dipahami. Banyak peneliti bahkan mempertanyakan apakah itu benar-benar ada.
Ciri kepribadian lain, misalnya perfeksionisme dan ketelitian (conscientiousness), juga bisa memainkan peran dalam memediasi stres dan perilaku makan.
Membangun struktur lingkungan kerja untuk mengurangi pola makan bermasalah, misalnya ngemil, juga suatu tantangan. Perusahaan atau majikan perlu berusaha mempromosikan pola makan sehat demi tenaga kerja yang sehat dan produktif, dibarengi dengan cara menangani stres.
Dekade kelima, usia 40–50 tahun

Foto: Shutterstock
Kata "diet" berasal dari kata dalam bahasa Yunani diaita, yang berarti"cara hidup", tapi kita adalah makhluk yang dibentuk oleh kebiasaan, seringkali enggan untuk mengubah preferensi kita meski tahu bahwa itu baik untuk kita.
Kita ingin bisa makan apapun yang kita mau tanpa mengubah gaya hidup kita, dan masih memiliki tubuh dan pikiran yang sehat.
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa pola makan adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan kesehatan buruk.
Badan Kesehatan Dunia menyoroti merokok, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan minum alkohol berlebihan sebagai gaya hidup yang paling berdampak pada kesehatan dan mortalitas.
Di usia empat puluh sampai lima puluhanlah orang dewasa perlu mengubah perilaku mereka sesuai tuntutan kesehatan, tapi gejala suatu penyakit kadang tak terlihat – contohnya tekanan darah tinggi atau kolesterol – dan banyak yang gagal mengambil tindakan.
Dekade keenam, usia 50–60 tahun
Setelah usia 50 tahun, kita mulai mengalami kehilangan massa otot secara gradual, antara 0,5–1% per tahun. Ini disebut sarkopenia, dan kurangnya aktivitas fisik, konsumsi protein yang terlalu sedikit, dan menopause pada perempuan akan mempercepat penurunan massa otot.
Pola makan yang sehat dan bervariasi serta aktivitas fisik sangatlah penting untuk mengurangi dampak penuaan, dan kebutuhan populasi yang menua akan makanan kaya protein yang enak dan murah belum terpenuhi.
Kudapan kaya-protein bisa menjadi kesempatan ideal untuk meningkatkan asupan protein total pada orang dewasa, tapi saat ini hanya sedikit produk yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi orang dewasa yang lebih tua.
Dekade ketujuh, usia 60–70 tahun dan seterusnya

Foto: Getty Images
Tantangan terbesar saat ini dalam menghadapi peningkatan harapan hidup ialah mempertahankan kualitas hidup. Kalau tidak, kita akan menjadi masyarakat yang dipenuhi orang-orang tua yang lemah atau lumpuh.
Nutrisi yang cukup sangatlah penting, karena usia tua mengakibatkan kurangnya selera makan dan rasa lapar, berujung pada penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan kerapuhan. Selera makan yang berkurang juga dapat diakibatkan oleh penyakit, misalnya Alzheimer.
Makanan adalah pengalaman sosial, sehingga kehilangan pasangan atau keluarga dan makan sendirian dapat memengaruhi rasa senang yang didapat dari makan. Dampak lainnya dari penuaan, misalnya kesulitan menelan, masalah gigi, melemahnya indera perasa dan penciuman juga mengganggu selera makan.
Kita harus ingat bahwa sepanjang hidup kita, makanan tidak sekadar 'bahan bakar', tapi juga pengalaman sosial dan kultural untuk dinikmati.
Jadi kita perlu berusaha untuk memperlakukan setiap kesempatan untuk makan sebagai kesempatan untuk menikmati makanan kita, seraya menikmati dampak positif makanan yang baik pada kesehatan kita.
(Abu Sahma Pane)