Lebih jauh, peneliti menyebut gosip berfungsi sebagai “alat pengaturan sosial”. Dengan membicarakan orang lain, pasangan secara tidak langsung menetapkan standar perilaku dan membangun pemahaman bersama tentang apa yang dianggap baik atau tidak dalam hubungan. Hal ini membantu menjaga pasangan tetap sejalan dalam ekspektasi dan memperkuat rasa keterhubungan.
Temuan ini melanjutkan riset Robbins sebelumnya pada 2019 yang juga menggunakan teknologi EAR. Studi terdahulu membantah sejumlah mitos gosip, seperti anggapan bahwa perempuan lebih sering melakukan gosip negatif daripada laki-laki, atau bahwa orang berpenghasilan rendah lebih banyak bergosip dibanding orang kaya. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa orang muda lebih sering bergosip negatif dibandingkan orang yang lebih dewasa.
Dengan kata lain, gosip tidak selalu buruk. Justru, ketika dilakukan bersama pasangan, gosip bisa menjadi perekat emosional yang meningkatkan kebahagiaan, rasa percaya, dan kualitas hubungan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)