SPECIAL REPORT: Jepang dan Korea Selatan Rela Bayar Jutaan Rupiah agar Warganya Menikah, Kok Bisa?

Kemas Irawan Nurrachman, Jurnalis
Minggu 30 Juni 2024 11:40 WIB
Jepang dan Korea Selatan Rela Bayar Jutaan Rupiah agar Warganya Menikah Kok Bisa
Share :

Distrik Saha yang berada di Busan Korea Selatan, telah mengesahkan undang-undang yang mengatur untuk kencan buta atau blind date. Acara perjodohan kencan buta itu diperuntukkan pada pria dan wanita lajang di Korea.

Program ‘blind date’ itu dijadwalkan akan dirlis pada Oktober 2024, dan ditujukan kepada pria dan wanita muda Korea Selatan dengan rentang usia 23 hingga 43 tahun yang tinggal atau bekerja di distrik tersebut.

Tidak sampai di sana, jika pasangan itu menjalin hubungan dengan serius, maka pemerintah setempat memberikan uang sebesar 2 juta Won atau sekira Rp23 juta. Syaratnya, mereka harus mempertemukan kedua anggota keluarga besar dan mengungkapkan keseriusannya.

Lebih dahsyatnya lagi, pasangan tersebut akan diberi 20 juta Won atau sekira Rp236 juta kepada pasangan tersebut apabila melangsungkan pernikahan. Bukan hanya uang, pasangan ini juga akan mendapat bonus dengan bebas biaya perumahan selama lima tahun.

Acara kencan buta itu merupakan uji coba yang dimulai tahun ini, jika dirasa berhasil maka program tersebut akan diperluas peserta, bahkan bisa melibatkan selain warga Korea Selatan.

Populasi di Jepang Kian Menurun

Pengurangan popuasi atau depopulasi yang terjadi di Korea Selatan, juga dialami oleh Pemerintah Jepang. Penurunan jumlah populasi ini mulai terlihat sejak 2022.

Shujiro Urata, Ketua Lembaga Penelitian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, dalam jurnal eastasiaforum yang diterbitkan pada 5 Maret 2024 menulis, jika tidak ada upaya serius dari pemerintah maka jumlah populasi Jepang akan mengalami perununan, dan di 2100 jumlahnya hanya mencapai 63 juta.

Ada beberapa alasan untuk depopulasi, salah satunya tingginya biaya ekonomi untuk memiliki dan membesarkan anak. Ini adalah masalah yang sangat serius bagi rumah tangga berpendapatan rendah, di mana para pencari nafkah sering kali adalah pekerja non-tetap.

Berdasarkan laporan tentang pendapatan rumah tangga oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, pendapatan rata-rata yang dapat dibelanjakan dari rumah tangga yang dikepalai oleh pekerja non-tetap adalah sekira 60 persen dari pendapatan yang dikepalai oleh pekerja tetap. "Masalah ini mencerminkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar," tulisanya.

 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Women lainnya