BATU Raja Rejang salah satu desa di Kecamatan Hulu Palik menjadi pemasok kebutuhan kopi robusta di Provinsi Bengkulu. Dipunggungi Bukit Barisan menjadikan wilayah ini memiliki tanah yang subur.
Tak heran jika desa ini menjadi salah satu tujuan untuk berburu kopi robusta. Sebab, di perjalanan menuju hutan desa, pengunjung disuguhi hamparan kebun kopi di bagian kiri dan kanan badan jalan.
Masyarakat di wilayah ini rata-rata memiliki kebun kopi warisan dari generasi ke generasi. Aryo, misalnya, dia memiliki areal kebun kopi tidak kurang dari satu hektare (Ha). Terhitung tiga tahun lalu kopi miliknya sudah dipanen.
Pria itu mengolah kopi secara sederhana. Begitu juga pekebun lain di desa tersebut. Dia memetik biji kopi secara acak atau tidak dipilah antara cherry merah dan mengkal. Lalu biji kopi itu dijemur untuk dijual ke pengepul.
'Satu kilogram (Kg) beras kopi dihargai sebesar Rp35 ribu. Dalam satu kali panen bisa menghasilkan 1 ton beras kopi. Setahun saya panen 3 kali,' kata Aryo.
Pekebun kopi lainnya ada Syahril. Di areal kebun kopinya seluas 1,5 Ha menghasilkan satu hingga 1,5 ton beras kopi untuk satu kali panen. Terkadang hasil panen kopi tidak sesuai harapan. Akibanya mereka jadi gagal panen. Sebab pohon kopi kerap diserang hama.
'Satu tahun terakhir tidak ada panen dalam jumlah besar. Hasil kopi saya berkurang. Kondisi ini dipengaruhi cuaca tak bersahabat,' ucap Syahril.
Untuk mengangkal hasil panen kopi berkurang akibat hama dan kekeliruan dalam bertani. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi memberikan wejangan dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan melalui pelatihan pengolahan kopi bagi petani.
Kegiatan tersebut melalui program Adopsi Hutan di Desa Batu Raja Rejang berkolaborasi dengan KKI Warsi bersama perusahaan ritel pakaian global asal Jepang, UNIQLO dan Hutan Itu Indonesia.
'Kami memberikan pelatihan untuk meningkatkan hasil perkebunan kopi menjadi produktif sehingga hasil panen meningkat,' ujar Teguh, Fasilitator KKI Warsi.
Pelatihan yang diikuti 21 orang petani kopi itu diberikan materi mulai dari pengolahan kopi, cara panen hingga praktik baik pengelolaan kopi. Sebab selama ini masyarakat di desa ini belum maksimal dalam pengolahan dan pengelolaan.
'Di Desa Batu Raja Rejang ini hampir setiap kepala keluarga memiliki kebun kopi, paling tidak mereka punya kebun dari setengah Hektare hingga 1 hektare,' ujar Desrizal Alira, Spesialis Pengembangan Usaha KKI Warsi.
Tanaman kopi yang baik, kata Desrizal, ketika tanaman memiliki banyak cabang. Sisa dari pemangkasan tanaman kopi tidak lantas terbuang sia-sia. Sisanya bisa ditumpuk dalam lubang angin yang dibuat untuk menjadi pupuk alami bagi tanaman.
Ke depannya, petani diminta untuk panen cherry merah serta menerapkan proses natural. Untuk mendapatkan green bean yang baik. Mulai dari pemetikan cherry merah, perendaman biji kopi, pemilihan biji berkualitas, penjemuran dan pelepasan kulit.
'Perlakuan ini jika diterapkan petani akan berkorelasi dengan hasil panen yang meningkat,' ucap Desrizal.
(Endang Oktaviyanti)