Tidak ada panduan mengenai jumlah darah yang digunakan, durasi pemakaian di wajah, ataupun frekuensi yang dianggap aman. Hal ini membuat menstrual masking berpotensi memberikan dampak merugikan, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
Para ahli juga menekankan perbedaan besar antara menstrual masking dan prosedur PRP profesional. Dalam perawatan PRP, darah diambil dari pasien lalu diproses dalam lingkungan steril menggunakan alat khusus untuk memisahkan plasma kaya platelet.
Proses ini dilakukan oleh tenaga medis dan mengikuti protokol ketat, sehingga meminimalkan risiko kontaminasi. Sebaliknya, menstrual masking dilakukan secara mandiri di rumah tanpa sterilisasi dan tanpa pengawasan profesional.
Para ahli menegaskan bahwa penggunaan darah menstruasi sebagai masker wajah tetap merupakan praktik yang berisiko hingga ada penelitian ilmiah yang jelas. Masyarakat diimbau mempertimbangkan kembali sebelum mencoba tren ini, apalagi infeksi kulit dapat berdampak jangka panjang dan memerlukan perawatan medis serius.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)