JAKARTA – Tidak semua senyum mencerminkan kebahagiaan. Ada orang yang tetap terlihat ceria, aktif bersosialisasi, dan tampak baik-baik saja, padahal hatinya sedang berperang melawan kesedihan mendalam. Kondisi inilah yang disebut smiling depression atau depresi tersenyum.
Melansir dari Health Central, smiling depression adalah bentuk depresi yang terselubung. Dari luar, penderitanya terlihat bahagia, sukses, dan penuh percaya diri. Namun di balik itu semua, mereka menyimpan kecemasan, kesepian, dan rasa putus asa yang dalam.
Pakar kesehatan mental menjelaskan, smiling depression ibarat topeng yang dipakai untuk menyembunyikan luka batin. Orang dengan kondisi ini berusaha keras menjaga citra agar orang lain tidak mengetahui penderitaan yang mereka alami.
Smiling depression bisa menimpa siapa saja. Namun, mereka yang perfeksionis, terlalu peduli pada pendapat orang lain, atau selalu merasa harus tampil kuat lebih berisiko mengalaminya.
Selain itu, penyintas trauma maupun mereka yang hidup di lingkungan dengan stigma kuat terhadap kesehatan mental juga rentan. Dalam budaya tertentu, mengakui depresi dianggap sebagai kelemahan. Akibatnya, penderita lebih memilih diam dan menyembunyikan kondisinya.
Health Central juga menyoroti peran media sosial. Foto-foto kehidupan yang tampak sempurna bisa membuat orang merasa tidak cukup baik. Demi terlihat bahagia, mereka memaksa diri untuk selalu tersenyum meski hati sedang rapuh.
Smiling depression sulit dikenali karena gejalanya tertutup oleh senyum. Namun ada beberapa tanda yang bisa diperhatikan, seperti:
• Perubahan pola tidur dan nafsu makan
• Kehilangan minat pada kegiatan yang dulu disukai
• Lebih sering merasa lelah, cemas, atau mudah tersinggung
• Keluhan fisik seperti sakit kepala atau nyeri perut tanpa sebab jelas
• Menarik diri dari lingkungan sosial secara tiba tiba
Meski sulit dideteksi, smiling depression dapat ditangani. Konsultasi dengan psikolog atau psikiater merupakan langkah penting. Terapi kognitif perilaku, meditasi, olahraga, serta menjaga pola hidup sehat sangat dianjurkan.
Jika ada orang terdekat yang dicurigai mengalami kondisi ini, penting untuk hadir mendampingi mereka. Dengarkan dengan empati, tunjukkan kepedulian, dan jangan memaksa mereka bercerita sebelum siap. Kehadiran yang tulus sering kali menjadi penolong besar.
Semakin banyak tokoh publik yang terbuka membagikan pengalaman tentang kesehatan mental. Hal ini diharapkan dapat mengurangi stigma dan mendorong penderita smiling depression untuk berani mencari pertolongan.
Pada akhirnya, senyum yang tampak bahagia tidak selalu mencerminkan hati yang tenang. Melansir dari Health Central, menjadi peka dan peduli pada sekitar adalah langkah kecil namun berarti untuk membantu orang yang diam-diam sedang berjuang.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)