KEHIDUPAN Daniel Wilsher berubah drastis saat ayahnya meninggal usai memutuskan mengakhiri hidup ketika usianya masih menginjak sembilan tahun. Hal ini memicu tekadnya untuk mencapai kesuksesan dan bertanggung jawab atas kebahagiaan keluarganya.
Meskipun berprestasi di sekolah dan aktif di berbagai bidang, Wilsher mengalami ketidakstabilan emosional yang membawanya ke penyalahgunaan narkoba dan depresi.
Merangkum dari Theguardian.com pada Rabu (18/9/2024), setelah menjalani terapi dan mendapatkan dukungan, dia kini menjadi pembicara publik yang fokus pada kesehatan mental, membantu orang lain dan berbagi pengalaman untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Semangat tersebut mendorong Wilsher untuk meraih ambisi tinggi di sekolah menengah. Dia menjadi siswa berprestasi akademis, berbakat dalam musik, dan aktif di berbagai tim olahraga, seperti sepak bola, atletik, dan rugby. Bahkan diangkat sebagai ketua siswa. Namun, di balik pencapaiannya, terdapat jejak perilaku yang sering diabaikan oleh orang-orang di sekelilingnya.
“Saya meminta bantuan melalui tindakan, bukan kata-kata," ujarnya.
Ketidakstabilan emosional Wilsher, yang awalnya ditunjukkan melalui ledakan perasaan dan penggunaan rokok di sekolah menengah, semakin memburuk ketika dia memasuki perguruan tinggi. Dia mulai terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba kelas A, sering membolos pelajaran, dan menulis lagu tentang mengakhiri hidup.
Meskipun berhasil masuk ke universitas impiannya, Wilsher menghadapi kesulitan yang membuatnya akhirnya keluar pada tahun ketiga. Setelah meninggalkan universitas, dia bekerja selama enam bulan, tetapi kehidupannya tetap kacau. Ketidakstabilan emosional dan kebiasaan buruknya terus mengganggu, hingga dia merasa kehidupannya benar-benar berantakan.
"Saya menjalani empat tahun dengan pergulatan ide bunuh diri dan depresi," katanya.
Tanpa dukungan keluarga, Wilsher mungkin tidak akan bisa bertahan. Ketika keadaannya semakin memburuk, dia akhirnya menelepon ibunya dan hanya mengatakan bahwa dia kesulitan. Dari kata-kata itu, ibunya segera mengetahui bahwa ada sesuatu yang serius terjadi.
Ibunya segera mencarikan seorang terapis. Namun, butuh waktu empat bulan bagi Wilsher untuk berhenti membenci terapi. Suatu hari, dia akhirnya mampu mengungkapkan masalah-masalah yang selama ini dipendamnya.
"Saya berbicara tentang hal-hal yang belum pernah saya ceritakan kepada siapa pun. Setelah itu, saya pulang dan menangis selama setengah jam, tetapi rasanya beban berat hilang dari pundak saya,” ujarnya.
Setelah menjalani terapi selama 11 bulan, Wilsher, yang kala itu berusia 27 tahun, memutuskan untuk mengubah hidupnya. Kini dia berfokus sebagai pembicara publik tentang kesehatan mental, memberikan ceramah di sekolah, perguruan tinggi, universitas, dan perusahaan.