Dirinya juga menyampaikan bahwa berdasarkan berbagai artefak dan karya sastra, budaya keris di Sulawesi Selatan telah berkembang semenjak akhir era Majapahit.
“Ada dua gaya keris yang menonjol dari Sulawesi Selatan, yaitu keris Bugis dan keris Makassar. Kedua gaya ini menyebar ke berbagai wilayah Nusantara. Keris Makassar berpengaruh hingga ke Lombok, Bima, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Sementara keris Bugis turut memengaruhi budaya keris di Kalimantan dan Sumatera,” tuturnya.
Menurut Menbud Fadli hal tersebut merupakan bukti dari proses akulturasi budaya yang sangat panjang, yang memperkaya warisan budaya bangsa Indonesia. Keris dan badik dari Sulawesi juga dikenal memiliki kualitas pamor yang sangat baik, besi yang matang, teknik tempa yang unggul, serta bentuk bilah yang khas, seperti bentuk mucuk rebung.
“Besi Sulawesi merupakan bahan berkualitas tinggi, dan pada masa Kesultanan Banten bahkan diperdagangkan hingga ke Eropa,” katanya.
Selain dari aspek logam, Menbud Fadli juga menyoroti bahan-bahan pelengkap keris, seperti warangka dan hulu yang dibuat dari kayu-kayu pilihan, seperti kemuning, santigi, cendana, dan tampusu yang menambah nilai estetika dan spiritual keris tersebut.
Dalam sambutannya, Menbud Fadli turut menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda, terutama Gen Z, agar dapat mengenal dan mengapresiasi budaya keris sebagai warisan leluhur.