Terkait hal tersebut, Pakar Polimer Universitas Indonesia Profesor Mochamad Cholid menegaskan, galon guna ulang sebaiknya hanya dipakai maksimal 40 kali, setara sekitar satu tahun, dengan asumsi satu minggu satu kali isi ulang. Melebihi itu, risiko migrasi BPA makin tinggi.
Sayangnya, mayoritas konsumen belum paham soal ganula. Survei KKI mencatat 43,4 persen responden tidak tahu ada aturan label BPA. Namun setelah tahu, 96 persen setuju aturan diterapkan secepatnya dan mendukung penarikan ganula dari peredaran.
Lebih memprihatinkan lagi, produsen air minum dalam kemasan sudah punya teknologi memproduksi galon baru yang bebas BPA. Namun, galon-galon tua tetap dibiarkan bertahan di pasar.
“Kalau sudah bisa bikin galon bebas BPA, kenapa ganula tidak ditarik? Kan aneh. Ini murni soal keuntungan saja, sementara konsumen jadi korban,” tuturnya.
David menekankan, 40 persen penduduk Indonesia mengandalkan air minum kemasan dan galon guna ulang. Artinya, lebih dari 100 juta orang setiap hari berpotensi terpapar BPA dari ganula.