Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Paparkan Bahaya Rokok Elektrik, IDI Minta Regulasi Diperkuat

Lutfiana Cinta , Jurnalis-Selasa, 03 Juni 2025 |17:56 WIB
Paparkan Bahaya Rokok Elektrik, IDI Minta Regulasi Diperkuat
Paparkan Bahaya Rokok Elektrik, IDI Minta Regulasi Diperkuat (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Peredaran rokok elektronik kini menjadi tantangan besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Belum selesai masalah masifnya konsumsi rokok konvensional yang menjadi beban kesehatan dan ekonomi, muncul produk-produk nikotin baru yang berkembang sangat pesat.

Dalam satu dekade terakhir, konsumen new nicotine products (rokok elektronik, vape, dsb) telah meningkat 10x lipat (Riskesdas 2013, 2018, Survei Kesehatan Indonesia -SKI 2023). Survei terbaru oleh Jalin Foundation menyebutkan, di Jakarta saja, sebanyak 24% remaja laki-laki usia 12-19 tahun menjadi pengguna rokok elektronik. Secara kasat nyata, toko-toko rokok elektronik dan vape, seakan tak terbendung, menjamur di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

Vape

Hal ini membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia khawatir dengan maraknya produk nikotin turunan tersebut.

“Dalam kesempatan ini, kami mempertanyakan pemerintah dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat yang tidak segera menerapkan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif pada PP 28/2024,” papar Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Dr. Fakhrurrozi , dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Selasa (3/6/2025).

vape

Sesuai tema HTTS 2025, “Ungkap Daya Tarik: Bongkar Taktik Industri Tembakau dan Nikotin”,  dalam konferensi pers ini para organisasi perwakilan mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap semakin maraknya taktik dan manipulasi yang dilakukan industri.

“Perhatian utama kami adalah bagaimana perusahaan vape menjual produknya memakai kemasan-kemasan yang sangat menarik untuk anak-anak dan remaja, berwarna-warni, bergambar buah dan permen, bahkan memakai ilustrasi animasi,” ungkap Ketua Bidang III Pendidikan dan Penyuluhan, Yayasan Kanker Indonesia, dr. Lukiarti Rukmini, MPH.

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa sekitar 85% kasus kanker paru-paru berhubungan dengan kebiasaan merokok. Berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) perokok memiliki risiko 15–30 kali lebih tinggi terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan bukan perokok.

“Kami minta segera menetapkan standarisasi kemasan yang sangat mendesak kita perlukan ini, agar industri tidak semena-mena memasarkan produknya memakai topeng kemasan sehingga masyarakat tertipu dan akhirnya kecanduan,” tegasnya.

Sementara itu, Dudung Abdul Qodir, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jenderal PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjelaskan bagaimana industri rokok menarget anak-anak dan remaja untuk membeli produk adiktif mereka, yang kini dikembangkan melalui produk nikotin baru, seperti vape dan rokok yang dipanaskan.

 “Dengan ini, saya mewakili PGRI, mendesak pemerintah melakukan langkah nyata untuk menghentikan manipulasi yang dilakukan industri rokok, jangan korbankan anak-anak kita untuk memberi keuntungan industri,” ungkapnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement