Meski hidup dalam batasan adat, Kartini sempat mendirikan Sekolah Perempuan di sebelah rumah dinas ayahnya di Jepara, yang kemudian menjadi inspirasi berkembangnya pendidikan perempuan di berbagai wilayah Indonesia.
Setelah menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang, ia tetap berusaha memperjuangkan pendidikan perempuan hingga akhir hayatnya.
Kartini wafat dalam usia yang sangat muda, yaitu 25 tahun, pada 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. Meski pendek umurnya, warisan pemikirannya tetap hidup.
Setelah Kartini wafat, suami dari sahabatnya, J.H. Abendanon, mengumpulkan surat-surat Kartini dan menerbitkannya pada tahun 1911 dengan judul: "Door Duisternis tot Licht" (yang dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang").
Buku tersebut menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, dan Kartini pun dikenal luas sebagai tokoh pembaharu pemikiran perempuan Indonesia.