Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Heboh Wabah Ulat Jati di Gunung Kidul Malah Dikonsumsi Oleh Warga, Aman Untuk Kesehatan?

Wiwie Heriyani , Jurnalis-Sabtu, 23 November 2024 |20:20 WIB
Heboh Wabah Ulat Jati di Gunung Kidul Malah Dikonsumsi Oleh Warga, Aman Untuk Kesehatan?
Heboh Wabah Ulat Jati di Gunung Kidul Malah Dikonsumsi Oleh Warga (Foto: TikTok)
A
A
A

BELAKANGAN kawasan Gunung Kidul Yogyakarta dihebohkan dengan wabah ulat jati. Gerombolan ulat jati tersebut mendadak memenuhi area pemukiman warga. Mulai di jalanan, halaman hingga dinding rumah. 

Tak sedikit yang dibuat merinding hingga ngeri melihat penampakan gerombolan ulat jati tersebut. 

Namun, siapa sangka, di balik bentuknya yang bikin bulu kuduk merinding, kemunculan ulat jati yang melimpah tersebut juga dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat setempat untuk dikonsumsi. 

Lantas, apakah mengonsumsi ulat jati ini aman bagi kesehatan? berikut ulasannya, melansir dari laman Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Dosen Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Nur Hidayatullah Romadhon memberikan tanggapannya.

Dayat menjelaskan, ulat jati memang memiliki manfaat dan tantangan yang perlu dipertimbangkan. Dari sisi positif, ulat ini kaya akan protein, menjadikannya sumber gizi yang potensial bagi masyarakat. 

Selain itu, melimpahnya ulat dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan alternatif yang bernilai ekonomi tinggi, menciptakan peluang usaha baru.


“Secara ekologis, memanfaatkannya sebagai pangan juga dapat membantu mengontrol populasi ulat secara alami,”kata Dayat, Sabtu, (23/11/2024).

Heboh Wabah Ulat Jati di Gunung Kidul Malah Dikonsumsi Oleh Warga (Foto: TikTok)

Namun, kata Dayat konsumsi ulat juga memiliki dampak negatif. Beberapa individu mungkin mengalami alergi setelah mengonsumsinya. Selain itu, ulat tertentu berpotensi mengandung senyawa toksin yang berbahaya jika tidak diolah dengan benar. 

 

Dari sudut pandang ekologi, eksploitasi berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, seperti mengurangi jumlah predator alami atau mengancam keberlanjutan pohon jati akibat gangguan siklus alami. Oleh karena itu, pemanfaatan ulat harus dilakukan dengan bijak.

“Dalam kasus  meningkatnya populasi ulat jati pasca musim hujan perlu dikelola dengan pendekatan yang seimbang,” tegasnya lagi. 

Di satu sisi, lonjakan populasi ulat dapat menjadi ancaman bagi ekosistem, seperti pohon jati yang terganggu produktivitasnya. 

Namun, ulat jati juga menawarkan potensi sebagai sumber pangan alternatif yang bernutrisi tinggi. 

Melalui edukasi pengolahan yang tepat dan pengendalian populasi berbasis ekologi, fenomena ini dapat diubah menjadi peluang yang bermanfaat, baik bagi lingkungan maupun masyarakat. 

“Pendekatan ini memastikan keberlanjutan dan manfaat jangka panjang bagi semua pihak,”pungkasnya. 
 

Selain itu, kepompong (enthung dalam bahasa Sunda) ulat pohon jati memiliki banyak manfaat dan berkandungan gizi tinggi.

Enthung biasanya menempel di bawah serakan sampah ataupun daun jati yang jatuh ke tanah. Bahkan ada beberapa di antaranya yang terpendam di bawah tanah. Musim enthung biasanya datang setahun sekali beberapa saat setelah datangnya musim hujan. 

Enthung sendiri berwarna coklat tua sampai kehitaman dengan ukuran panjang kira-kira dua sentimeter dan menurut hasil penelitian memiliki kandungan protein yang sangat tinggi.

Sedangkan kandungan nutrisi ulat daun jati berupa ptotein, mineral, vitamin, lemak dan karbohidrat. Enthung merupakan kepompong dari jenis ulat jati Hyblaea puera.*

(Wiwie Heriyani)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement