Dunia kuliner dikejutkan dengan razia rumah makan padang di Cirebon, Jawa Barat, yang dilakukan organisasi massa (Ormas). Dalam razianya, mereka menyebut bahwa pemilik rumah makan padang tersebut adalah abal-abal karena pemiliknya bukan warga Minang.
Selain itu, Ormas tersebut menyebut harga yang dijual yakni Rp10.000 dinilai terlalu murah dan dianggap merendahkan citra kuliner asal Minang itu sendiri.
Pasca kejadian tersebut, Ormas yang mengatasnamakan Ikatan Keluarga Minang di Samarida, Kalimantan Timur, menempelkan stiker yang menandakan pemilik rumah makan tersebut merupakan warga Minang.
Hal serupa ternyata juga terjadi Jakarta. Beberapa rumah makan Padang juga diberikan lisensi dari Ikatan Keluarga Minang bahwa restoran yang menjajakan masakan Padang ini merupakan asli berdarang Minang.
Momen itu diunggah salah satu akun di media sosial X, @_iamrobot_. Terlihat rumah makan Padang ini nampaknya berlokasi di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
“Rumah Makan Ini Asli Masakan Minang. Lisensi IKM,” bunyi poster tersebut.
Sebelum lebih jauh membahasnya, sebaiknya kita menilik sejarah rumah makan padang di Indonesia. Ini bermula ketika bergolaknya peristiwa pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI di Sumbar yang berhasil ditumpas pada 1961.
Saat itu, warga Minangkabau eksodus besar-besaran keluar dari Sumbar menuju Pulau Jawa. Profesor sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang, Gusti Asnan, mengatakan, selama di perantauan para warga Minangkabau berusaha mengganti penyebutan identitas asal mereka termasuk asal etnik dari Minangkabau menjadi Padang. Termasuk penamaan kedai sebagai rumah makan padang dan itu dipertahankan sampai hari ini.
Sejatinya kedai nasi yang mashur dengan lauk lezatnya berupa rendang itu sudah hadir sejak akhir abad 19, ketika Padang menjadi ibu kota dari pusat pemerintahan Hindia Belanda di Sumatra bagian barat, Gouvernement van Sumatra's Westkust, seperti dikutip dari Indonesia.go.id.