Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran

Kemas Irawan Nurrachman , Jurnalis-Minggu, 08 September 2024 |16:49 WIB
SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran
SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran (Foto: Okezone)
A
A
A

Terpisah, kasus perundungan yang terjadi di Universitas Padjajaran (Unpad) sudah sampai tahap pemberian sanksi tegas kepada pelaku. Setidaknya 10 orang sudah mendapat sanksi tegas atas dugaan perundungan di PPDS Bedah Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung.

Sanksi berat hingga rigan diberikan kepada mereka. Seperti dua orang residen senior Sp1yang mendapat sanksi berat berupa pemutusan studi, satu orang dosen yang diduga sebagai pelaku bullying.

Sedangkan tujuh orang lainnya mendapat sanksi ringan dengan diberikan perpanjangan masa studi. Tidak hanya itu, Dekan FK Unpad juga memberikan surat peringatan dan teguran kepada Kepala Departemen dan Ketua Program Studi.

Keputusan ini mendapat apresiasi dari Menkes Budi Gunadi. Ia menyarankan agar investigasi dan tindak tegas yang dilakukan Unpad bisa dilakukan oleh Fakultas Kedokteran di seluruh perguruan tinggi.

Dukungan hapus perundungan di PPDS

Dukungan untuk menghapuskan perundungan yang terjadi di dunia kedokteran datang dari berbagai pihak. Tidak terkecuali dari dokter senior hingga influencer yang juga berprofesi sebagai dokter.

SPECIAL REPORT: Sengkarut di Balik Jas Putih Dunia Kedokteran 

Salah satunya datang dari Dokter Tompi yang secara terang mendukung penghapusan perundungan. Pria yang memiliki nama Teuku Adifitrian itu, secara tegas angkat bicara melalui akun sosial medianya.

Dokter Tompi mengatakan, tidak ada junior yang berani menyampaikan kritik atau ketidaksetujuan yang terjadi di rumah sakit atau pendidikan kedokteran.

"Seberapa banyak sih nakes junior yang brani menyampaikan kritik/ketidaksetujuan akan sesuatu yang berlangsung di RS-dunia praktek kedeokteran. Kenapa jadi takut? Karena bgitu ada yang brani bunyi dianggap keras kepala, dosanya diungkit-ungkit dan jadi terkucilkan. Yang setuju angkat tangan," tulisnya di akun X.

Budaya semacam ini, lanjut Tompi, harus diubah dan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang normal. "Bukan berarti karena banyak yang sudah lulus dan lolos dengan Perlakuan sama, lantas dianggap hal buruk itu jadi baik-baik saja. Pembiaran dan harap maklum ini yang harus DIUBAH," tegasnya.

Dokter Tompi sepakat, jika yang melakukan aksi perundungan merupakan oknum tertentu saja. "Tapi lumayan banyak dan ada di hampir setiap sudut. Pun demikian, yang baik dan supportif juga ada loh. Hanya saja sering gak bisa berbuat banyak untuk menghapus budaya lama," ungkapnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement