Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Nyadran Jelang Ramadhan, Ribuan Orang Ziarah ke Makam Sewu Pandak Bantul

Yohanes Demo , Jurnalis-Senin, 04 Maret 2024 |20:04 WIB
Nyadran Jelang Ramadhan, Ribuan Orang Ziarah ke Makam Sewu Pandak Bantul
Nyadran, salah satu tradisi unik menyambut bulan Ramadhan oleh masyarakat Jawa (Foto: Yohanes Demo/MPI)
A
A
A

MENJELANG masuknya bulan suci Ramadhan, lazimnya masyarakat Jawa melakukan tradisi nyadran atau ziarah ke makam para leluhur. Seperti halnya tradisi nyadran yang ada di Makam Sewu, Padukuhan Pedak, Kalurahan Wijirejo, Kapanewon Pandak, Bantul, DIY.

Pantauan di lokasi, Senin (4/2/2024), sejumlah orang mengenakan pakaian adat Jawa mengarak gunungan hasil bumi dan ingkung ayam masuk ke dalam area makam. Nantinya, makanan-makanan tersebut akan dibagikan kepada warga setelah didoakan.

Ketua Panitia Nyadran Makam Sewu, Hariyadi mengatakan, nyadran merupakan salah satu tradisi yang setiap tahun dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini sebagai ibadah pensucian diri menghadapi bulan puasa.

"Hubungannya dengan Tuhan dan hubungannya dengan sesama. Termasuk yang sesama ini yang sudah meninggal, leluhur kita kita doakan kita tengok sehingga komunikasi kita dari semua arah itu ada," ujarnya.

Lebih lanjut kata dia, nyadran juga diartikan sebagai tanda syukur atas kelimpahan rezeki yang diterima. Hal itu ditandai dengan bagi-bagi makanan yang dikemas dengan adat Jawa gunungan.

Tradisi Nyadran di Bantul

(Foto: Yohanes Demo/MPI)

Tak hanya itu, nyadran juga dimaknai sebagai wujud bakti kepada orangtua termasuk leluhur yang sudah meninggal. Oleh karenanya, warga yang ikut dalam acara ini akan melakukan doa dan bersih-bersih area makam keluarga.

Ia menjelaskan, rangkaian tradisi nyadran diawali dengan kirab yang dilakukan oleh warga sekitar. Kemudian dilanjutkan doa dzikir lalu diakhiri tabur bunga di makam Panembahan Bodho. Panembahan Bodho sendiri merupakan tokoh pertama yang menyebarkan agama Islam di Bantul.

Sebetulnya, kata dia, nama asli Panembahan Bodho adalah Raden Trenggono yang dijuluki Ki Joko Bodo. Julukan bodo (bodoh) karena Raden Trenggono enggan mewarisi jabatan Adipati dan malah memilih mensyiarkan agama Islam.

"Disebut Bodho karena dia tidak mau mewarisi tahta Adipati (Gubernur) di Terung, Sidoarjo, itu bagian dari Kadipaten Majapahit yang terakhir, dia tidak mau mewarisi dan milih mensyiarkan agama Islam," ungkap Hariyadi.

Kemudian, di tahun 1600 Masehi Panembahan Bodho meninggal dunia dan dimakamkan di Makam Sewu. Hariyadi juga menjelaskan mengapa kompleks pemakaman seluas 4 hektare ini bernama Makam Sewu bukan kompleks makam Panembahan Bodho.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement