PENERBANGAN jarak jauh tanpa transit yang memakan waktu berjam-jam ternyata dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh.
Duduk dalam kabin pesawat selama berjam-jam pada ketinggian 35.000 kaki tanpa banyak gerakan dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Selain itu, kondisi seperti rasa grogi dan jet lag juga umum dirasakan setelah turun dari penerbangan panjang.
“Terbang dalam jarak jauh dapat memengaruhi pernapasan, menyebabkan sesak napas dan terkadang rasa tidak nyaman di dada. Orang yang paling berisiko terkena masalah jantung di pesawat adalah mereka yang sudah menderita penyakit kardiovaskular,” ungkap penasihat Deep Heat, Deep Freeze, dan Deep Relief, Jenkins menyitir The Independent.
Jenkins menekankan pentingnya berkonsultasi dengan dokter sebelum terbang bagi mereka yang memiliki masalah jantung dan untuk membawa obat yang diperlukan.
Menurut dia, beberapa faktor berkontribusi terhadap risiko masalah jantung selama terbang jarak jauh. Dehidrasi, perubahan tekanan udara kabin, dan rendahnya konsentrasi oksigen dapat menyebabkan peningkatan risiko.

Selain itu, Jenkins mencatat bahwa trombosis vena dalam (DVT) dan pembekuan darah juga merupakan risiko, terutama bagi mereka yang tidak memiliki penyakit jantung, karena faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi risiko masalah jantung.
“Duduk di ruang terbatas membatasi pergerakan dada sehingga Anda tidak bernafas terlalu dalam, dan stres, dapat meningkatkan risiko masalah jantung”, tambahnya.
Lebih lanjut Ia mengingatkan bahwa penggumpalan darah dapat terjadi hingga satu bulan setelah penerbangan. Dia menyarankan agar penumpang waspada terhadap gejala seperti kaki bengkak atau nyeri, terutama di betis, serta kesulitan bernapas, yang dapat mengindikasikan penggumpalan darah di paru-paru.
Untuk mengurangi risiko ini, penting untuk tetap terhidrasi dengan baik, menghindari konsumsi alkohol selama penerbangan, dan melakukan peregangan serta gerakan sebanyak mungkin.