Selain itu dia juga sebagai utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi Raja Majapahit yang juga bertujuan untuk menyebarkan agama Islam.
Untuk mengenang perjuangan dan dakwah Laksamana Cheng Hoo dan warga Tionghoa muslim juga ingin memiliki sebuah masjid dengan gaya Tionghoa, maka dibangunlah masjid ini mulai 15 Oktober 2001 hingga peresmian pada 13 Oktober 2002.
Bergaya arsitektur Tionghoa
Bangunan masjid menyerupai bentuk kelenteng atau rumah ibadah umat Buddha yang banyak terdapat di negeri China. Hal ini sangat jelas terlihat dari bentuk atap yang konon menyerupai gaya arsitektur Masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing.
Namun, jika diperhatikan lebih saksama, bangunan masjid tampak menyerupai kapal. Bentuk ini merupakan simbol Cheng Hoo sebagai seorang pelaut.
Masjid Muhammad Cheng Hoo ini mampu menampung sekitar 200 jamaah. Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 21x11 meter persegi dengan luas bangunan utama 11x9 meter persegi.
(Foto: IG/@bayudyna)
Warna masjid didominasi oleh merah, hijau, biru, dan kuning. Menurut kepercayaan Tionghoa, warna merah menyimbolkan kebahagiaan, kuning untuk kemasyhuran, hijau merupakan simbol kemakmuran, dan biru bermakna harapan.
Masjid juga dilengkapi ornamen ala Tiongkok Klasik. Terlihat dari adanya relief naga dan patung singa yang terbuat dari lilin di bagian depan, dan atap bangunan yang menyerupai pagoda tiga tingkat dengan lafaz Allah di puncaknya.
Ketiadaan pintu menunjukkan keterbukaan, bahwa masjid merupakan tempat yang dapat digunakan oleh siapapun tanpa memandang etnis untuk beribadah. Dengan filosofi ini, masjid diharapkan eksis sebagai jembatan bagi segala kebhinekaan Indonesia.