Tradisi ini sering kali menimbulkan masalah fisik dan psikologis bagi anak perempuan. Bahkan, mereka terancam tidak bisa menyusui anaknya kelak karena payudaranya cacat.
Praktisi hak-hak asasi manusia, Frikjesus Amahazion menjelaskan, tradisi ini dilakukan oleh kerabat keluarga perempuan. Mereka adalah ibu, saudara perempuan, bibi, nenek, pengasuh, atau wali perempuan lainnya. Umumnya, praktik ini dijaga sebagai rahasia antara anak perempuan dan ibu mereka atau wali lainnya.
Frikjesus mengatakan, kadang-kadang praktik tersebut dilakukan oleh bidan atau dukun yang dapat memberi mereka penghasilan tetap. Mereka yang dapat melakukan itu mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.
(Kurniawati Hasjanah)