Hingga pada akhirnya, menari massal menjadi hal yang menakutkan bagi kaum elite pengelola kota, salah satunya penulis Sebastian Brant, yang menulis Ship of Fools, tentang kebodohan tarian. Ia bersama anggota dewan kota lainnya berkonsultasi dengan dokter setempat.
Lantas, Brant mendiagnosis wabah tarian terjadi karena darah di bagian otak terlalu panas. Dokter menyarankan bahwa salah satu cara mengatasinya ialah dengan terus menari.
Untuk itu, pemerintah kota membuat tempat khusus bagi penari dan membuat panggung serta memanggil seorang musisi untuk para penari. Namun hal ini kian membuat parah situasi. Mereka semakin tak berhenti menari hingga beberapa orang tak sadarkan diri dan meninggal dunia.
Lebih lanjut, penari lantas dibawa ke kuil yang terletak di sebuah gua di perbukitan di atas Kota Saverne.
Penari diberikan sepatu merah untuk melindungi kaki yang telah berlumuran darah karena menari terus menerus. Mereka juga dituntun mengelilingi patung kayu, sebagai bagian dari ritual penebusan dosa.
Setelahnya, mereka tidak lagi menari terus menerus dan wabah menari masal pun telah usai. Ahli Sosiologi, Alan C Kerchkhof di bukunya berjudul Mass psychogenic illnes: A Social pyschological analysis tahun 1982 menjelaskan, wabah ini terjadi karena masalah psikologi terkait tekanan hidup. Misalnya kelaparan atau penyakit pada masa itu sehingga terjadi histeria massal. Teori lainnya menyatakan, penyebab terjadinya karena penari keracunan makanan jamur yang mengandung LSD.
(Kurniawati Hasjanah)