Baca Juga : Depresi Meningkat Selama Pandemi, Mayoritas Didominasi Perempuan
Nah jika konteksnya semasa pandemi, maka rasanya perempuan itu bekerja tanpa henti. Semua pekerjaan digabung menjadi satu di rumah dan harus dilalui setiap hari. Ditambah jika ada keluarga yang terkena Covid, hal itu akan menjadi pekerjaan tambahan yang harus diurusnya. Bukan lagi “double shift” namun menjadi “double double shift”, makanwajar jika perempuan merasa lelah dan burn out karena segudang pekerjaannya.
“Saya setuju bahwa pekerjaan tambahan itu menjadi faktor penyebab yang signifikan. Siapapun yang mengasuh anak di rumah sebagian besar rentan mengalami kecemasan dan tingkat stres yang jauh lebih besar. Tetapi sebenarnya jika pria yang berperan mengasuh anak pun akan merasakan hal yang serupa,” ujar Dr. Melisa Robichaud seorang psikolog dan penulis buku tentang kecemasan.
Ia juga mengatakan bahwa selain adanya campur tangan dari penambahan shift kerja yang dirasakan perempuan. Pandemi ini cukup memicu stres, depresi dan rasa cemas.
“Hal ini karena tidak ada dari kita yang tahu apa yang akan terjadi, kapan atau apakah semuanya akan kembali normal. Studi membuktikan, perempuan pada dasarnya memang makhluk yang mudah mengalami cemas, stres dan depresi dalam hidupnya,” jelas Dr Melisa Robichaud.
(Helmi Ade Saputra)