Dengan menggunakan mori, kain tenun yang digunakan dalam pembuatan batik, yang mereka dapat sebagai hadiah pernikahan, pasangan tersebut mengubah rumahnya menjadi kantor dan sanggar batik, kemudian mereka baru menambahkan toko. Mereka bekerja dari rumah sambil membesarkan keempat anaknya. Santosa sangat pintar dalam hal mendesain batik, sedangkan Danarsih lebih menguasai desain garmen.
Pada tahun 1975, mereka membuka sebuah toko kecil di Jakarta. Kemudian toko Danar Hadi berkembang hingga kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang.
Baca juga: Mengenal Sudagaran Solo, Batik yang Dibuat di Luar Keraton
Danar Hadi sering berkolaborasi dengan desainer ternama Indonesia untuk menciptakan koleksi yang baru dan segar. Lima dekade kemudian, Danar Hadi telah menjadi raksasa bisnis, salah satu dari tiga besar industri batik di Indonesia.
Danar Hadi memulai perjalanannya sebagai industri rumahan yang didorong oleh rasa cinta pemiliknya yang besar terhadap batik. Banyak penyesuaian yang dilakukan untuk dapat memadukan idealisme dengan manajemen modern.
Baca juga: Kampoeng Laweyan, Saksi Sejarah Batik yang Perlahan Mulai Terkikis
Langkah rasional dan logis juga diperlukan agar hasrat dan pengambilan keputusan perusahaan dapat berjalan beriringan. Danar Hadi sangat siap untuk menghadapi tantangan masa depan dengan tetap berpegang teguh pada akar tradisionalnya.
(Hantoro)